Dr Abdul Aziz: Robohnya Keadilan Kami
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 19 Juli 2023 06:28 WIB
Lebih mengejutkan lagi, Sekretaris MA terakhir yang dicokok KPK tadi adalah seorang guru besar ilmu hukum. Ini tidak hanya menciderai dunia hukum, tapi juga dunia akadamis.
Seorang guru besar hukum yang seharusnya memberikan pencerahan dalam ilmu pemberantasan korupsi, malah melakukan pembusukan terhadap hukum untuk pencegahan korupsi.
Dari tahun ke tahun, tampaknya korupsi di Indonesia makin sulit diatasi. Kita masih ingat proklamator Bung Hatta -- tokoh antikorupsi dan hidupnya dikenal bersih -- pernah menyatakan, korupsi sudah membudaya di Indonesia.
Ternyata, ucapan Bung Hatta terbukti. Dari rezim ke rezim, korupsi makin "membudaya" -- membesar dan menjalar ke mana-mana.
Prof. Mahfud MD, Menko Polhukam, menyatakan, bahwa di era demokrasi pasca Orde Baru, korupsi nyaris merata di seluruh institusi. Di era Orde Baru -- jelas Mahfud -- dulu korupsinya berbasis korporatisme.
Rezim Soeharto membentuk semacam korporasi untuk mengatur korupsi. Dengan demikian korupsi diatur secara administratif. Itulah sebabnya era pemerintahan Soeharto disebut rezim KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). "Dan Pengendalinya adalah Soeharto," tambah Mahfud.
Saat itu, tidak ada lembaga negara atau pemerintah daerah yang berani melakukan korupsi secara independen. Korupsi dilakukan dengan jalan kolusi dan nepotisme. Maka, jika ada korupsi tanpa kendali Soeharto, niscaya ketahuan. Koruptornya akan digebug Pak Harto.
Tapi sekarang, atas nama demokrasi, korupsi sudah menjalar ke mana-mana dan liar. Tiap institusi melakukan korupsi secara independen. Baik di lembaga eksekutif, yudikatif, maupun legislatif.