PilPres 2024 dan Barisan Sakit Hati
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 25 April 2023 19:50 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Kita ketahui bersama bahwa polarisasi politik negara ini telah dimulai sejak 2014 bahkan sejak 2012 di Pilkada DKI. Kehadiran Jokowi Ahok merupakan oase atas dahaga rakyat akan tokoh politik yang benar-benar baru, bukan bayangan dari kelompok politik sebelumnya.
Pada 2014 saat Jokowi maju menjadi capres, tuduhan-tuduhan ditembakkan padanya, mulai dari ranah agamanya, pandangan politik dan parpol pengusungnya yang dianggap aliran terlarang (komunis model baru) dan termasuk disebut sebagai boneka.
Waktu akhirnya menjawab bahwa Beliau punya cara tersendiri dalam menghadapi masalah yang mana itu bukti bahwa Beliau tidak bisa disetir termasuk oleh para pendukung/relawannya.
Tegas Beliau menunjukkan bahwa "Saya punya cara sendiri, bukan boneka yang bisa dikendalikan siapapun"
Dari para penentang/pembencinya (termasuk dari para pendukungnya) tidak jarang Beliau mendapatkan julukan "plin plan, tak punya pendirian dan lainnya".
Hanya yang benar-benar kenal Beliau yang sehari-hari berkomunikasi dan melihat Beliau (misal Paspampresnya) yang dapat paham bahwa Beliau bukan seperti itu.
Contoh waktu awal Covid-19. Jokowi tegas tidak mau lockdown, para pendukung/pengamat/SJW yang merasa punya insight top lantas terang-terangan mengecam bahkan pendukungnya sakit hati dan menyatakan tidak lagi mendukung Jokowi sebagai presiden karena tidak menghargai keselamatan rakyat.
Baca Juga: Pesan Kementerian Kesehatan Soal Cuaca Super Panas, Waspadai Jika Alami Gejala ini
Atau saat seorang buronan kriminal (bukan politik) pulang dari Saudi, banyak pendukung Jokowi gerah melihat sepak terjang kelompok itu saat mengacau kegiatan PSBB/PPKM karena pandemi, juga hujatan-hujatan yang ditembakkan buronan tersebut di tiap ceramahnya.
Melihat Jokowi saat itu diam banyak pendukungnya sakit hati dan menyatakan (lagi-lagi) tidak akan mendukungnya.
Faktanya malah kemudian dari dua kejadian tersebut, setiap kebijakan yang Jokowi ambil tegas dan memberikan manfaat bagi NKRI.
Indonesia terbebas dari resesi, walau memang ada korban jiwa. Namun secara ekonomi Indonesia mampu bangkit dan menjadi negara yang bertumbuh setelah pandemi.
Baca Juga: Waduh, Taiwan Temukan Zat Pemicu Kanker di Indomie Rasa Ayam Spesial
Hal mana akan sangat berdampak pada rakyat Indonesia bila saat itu lockdown ditetapkan. Hal ini diakui pemimpin global saat G20 memberikan presidency kepada Indonesia.
Demikian juga saat organisasi pimpinan buronan tersebut kemudian dibubarkan setelah sekian lama mengganggu ketenangan rakyat dengan provokasinya.
Hal mana tidak dilakukan oleh presiden sebelumnya yang berlatar militer yang dikesankan tegas dan berwibawa. Ini fakta.
Dari Fakta itu kita melihat fenomena betapa para pendukung (tidak hanya pembenci) kadang dikendalikan oleh sakit hati saat pemimpin yang mereka pilih dirasakan bergerak tidak sesuai dengan kemauan mereka.
Hei teman! Kalau kita tidak memilih pemimpin boneka harusnya kita senang, karena pemimpin yang kita pilih PUNYA KEPUTUSAN TERSENDIRI hasil pemikiran dan perenungannya, bukan begitu?
Jokowi bukan orang yang asal bertindak, kedekatannya pada Sang Pencipta memberikannya hikmat agar dapat memilih keputusan yang terbaik dari semua keputusan.
Puasa Senin Kamisnya tak pernah putus bukan? Masa ada orang yang rela berpuasa namun pikirannya hanya masalah dunia semata dan tidak mendapatkan hikmat dariNYA?
Hal sama saya soroti fenomena sakit hati ini khususnya para pendukung Ganjar yang mayoritas adalah pendukung Jokowi.
Baca Juga: Anggota TNI yang Tendang Pemotor Ibu-ibu di Bekasi Akhirnya Minta Maaf, Netizen: Sesuai Ramalan BMKG
Kita ketahui bersama bahwa Ganjar Pranowo telah ditetapkan sebagai calon presiden oleh PDIP untuk melanjutkan sepak terjang Jokowi atas Indonesia bila nanti terpilih sebagai presiden untuk periode 2024-2029.
Sepak terjang Ganjar Pranowo yang menentang intoleransi, menentang radikalisme, melakukan kerja cepat dan benar terhadap kebutuhan rakyat Jawa Tengah sudah sangat jelas dan nyata.
Kita harus memaklumi keterbatasan anggaran Provinsi Jawa Tengah dibanding luasan wilayahnya.
Kinerja yang dicatat dengan pertimbangan input anggaran dan area coverage yang luas harusnya memberikan gambaran betapa hasil kerja di Jawa Tengah jauh lebih dahsyat daripada DKI Jakarta.
Bila kita hitung luasan wilayah dan APBD maka anggaran per km2 Jateng itu hanya 0,62% Jakarta atau tidak sampai 1% dari APBD DKI! (Wilayah Jateng 34337 km2 vs DKI 661,5km2 dan APBD Jateng 24,6T vs APBD DKI 76,9T)
Bila APBD Jateng 20% saja atau 1/5 dari Jakarta, dapat dibayangkan naiknya kesejahteraan rakyat Jawa Tengah.
Faktanya Ganjar berhasil membuat pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kemiskinan di Jawa Tengah membaik dari tahun ke tahun bahkan di masa pandemi dan setelahnya. Sedang di Jakarta? Kita sama sama tahu lah bagaimana.
Hanya karena komentar Ganjar terhadap perhelatan U20 FIFA (yang mana dia bukanlah Kepala Daerah pembuat komitmen dan juga bukanlah pengambil keputusan) lantas banyak barisan sakit hati muncul dari mereka yang menyebut dirinya Ganjarian.
Mereka ini lantas menyatakan mundur dan memberikan dukungan pada Prabowo. Betapa sakit hati kembali menjadi penyebab keputusan mengalihkan dukungan politik padahal rekam jejak Ganjar sangat jelas di atas.
Memang Prabowo bagaimana? Well, Saya pribadi jelas tidak akan pilih dia dari dulu bahkan sekarang setelah dia jadi menteri Jokowi.
Kita lihat saja rekam jejak Prabowo. Dia ditugasi Jokowi membuat Food Estate Strategis komoditi Singkong sejak Juli 2020. Sampai sekarang April 2023 Food Estate tersebut tidak berjalan.
Pada 2022 Kementerian Keuangan mengucurkan 500Milyar untuk penggerak awal Food Estate Kemhan, namun karena tidak disiapkannya langkah admnistratif maka dana tersebut akhirnya tidak dapat diserap dan digunakan.
Baca Juga: Prediksi Pertandingan Wolves vs Crystal Palace di Pekan ke 33 Liga Inggris, Malam Ini Live di Vidio
Bahkan lahan food estate Kemhan di Kalimantan Tengah malah jadi masalah dengan LSM termasuk Greenpeace karena disiapkan tidak sesuai dengan prosedur semestinya.
Info ini bisa dicari dengan mudah di portal media massa formal bukan sekedar medsos atau youtube.
Hal ini menunjukkan betapa Prabowo tidak punya kemampuan eksekusi strategis. Dia pakar dalam orasi pemberi semangat, wawasannya luas dari hasil membaca. Namun saat eksekusi tampak nol besar.
Pandangan seperti masa Orde Baru di mana saat Presiden bertitah maka semua bisa jalan walau tanpa persiapan administratif sepertinya masih dia pegang.
Belum lagi baru-baru ini kita tahu bahwa Presiden kecewa karena belanja K/L masih dikuasai impor dan salah satunya dari Kemhan untuk hal-hal yang sebenarnya bisa dibuat di dalam negeri seperti seragam TNI, sepatu dan lainnya.
Belum lagi juga bagaimana Prabowo tidak bersikap tegas di saat masalah terkait Ketahanan Negara menjadi sorotan.
Apakah ada statemen tegasnya terkait masalah Israel di U20? Atau saat ada sandera di Papua oleh KKB? Atau saat ada beberapa bidan di Papua dilecehkan dan dibunuh?
Apalagi tidak adanya sikap tegas Prabowo terhadap anggota Gerindra yang masih nyinyir terhadap pemerintah sementara Gerindra sudah jadi bagian dari Pemerintah dan bukan oposisi?
Belum lagi rekam jejak 2014 dan 2019 di mana pada 2019 hampir terjadi kerusuhan besar saat ada penggalangan massa untuk menyerang KPU BAWASLU sampai jatuh korban jiwa akibat tembakan sniper gelap (kita sama sama tahu akhirnya di persidangan siapa pemasok senjata tersebut dan dari kubu mana) yang mana kaum radikal menjadi sekondan Prabowo saat itu?
Baca Juga: Profil Lengkap dan Perjalanan Karir Aktor Sinetron Iqbal Pakula yang Meninggal Karena Gagal Napas
Hal hal semacam ini apakah dengan mudah dilupakan? Dan karena sakit hati pada ucapan Ganjar lantas dukungan dialihkan? Berhentilah menjadi pendukung yang gampang sakit hati.
Saat orang baik yang kita dukung punya pendirian, di situlah harusnya kita bangga bahwa yang kita dukung bukanlah boneka.
Petugas partai? Itu sekedar istilah bahwa semua kader parpol adalah petugas partai.
Para Capres yang ada saat ini semua petugas partai, kecuali seseorang yang tidak jelas kader partai mana tapi diusung sebagai capres pada Oktober 2022 lalu.
Kader berasal dari bahasa Yunani artinya bingkai, sedang dalam konteks politik berarti orang-orang yang dibina dalam sebuah organisasi dengan visi dan misi tertentu.
Baca Juga: Kisah Hikmah: Perdebatan Antara Keledai dan Harimau
Semua kader adalah petugas partai politik. Entah ditugaskan di DPR, DPRD, MPR, atau di eksekutif termasuk sebagai kepala daerah dan kepala negara/kepala pemerintahan.
Tidak perlu merasa iritasi dengan istilah ini.
Selama parpol tersebut berpegang pada konstitusi NKRI maka para kadernya akan menjalankan visi misi parpol yang selaras dengan konstitusi NKRI.
Setiap parpol bisa punya pandangannya sendiri pada visi misi-nya, yang terpenting Pancasila dan UUD45 tetap jadi pedoman haluan tertinggi (istilahnya weltanschauung).
Bila PKS punya visi misi membela palestina, PDIP punya visi misi menentang Zionisme Israel, selama mereka tetap pegang Pancasila dan UUD45 sebagai konstitusi, maka kita harus bisa menerimanya dalam dunia demokrasi.
Baca Juga: Tersisa Cawapres dan Duo Tajir: Erick Thohir dan Sandiaga Uno
Pertanyaan Saya tetap sama, apakah dengan sakit hati atas sikap yang kita dukung lantas kita dengan mudah mengalihkan dukungan kepada mereka yang rekam jejaknya belum tentu baik?
Kita memilih presiden ini bukan untuk sekedar 5 tahun, tapi untuk masa depan NKRI.
Jokowi sudah meletakkan pondasi pembangunan NKRI sehingga dalam hampir 10 tahun ini kita maju (sudah 30 bulan berturut turut neraca dagang kita surplus terus, ekspor lebih besar daripada impor), infrastruktur dan perbaikan terus dikerjakan dengan total.
Perlu dilanjutkan dalam reformasi lainnya khususnya hukum, keuangan, perpajakan, dan lainnya. Ini demi anak cucu kita! Bukan sekedar kemauan kita yang dituruti!
Butuh pemimpin yang sevisi dan semisi dengan Jokowi, bukan sekedar mereka yang bisa omong besar tapi HARUS MAMPU MENGEKSEKUSI semua visi dan misi tadi.
Siapa yang cakap melakukan hal yang serupa dengan apa yang ditetapkan sebagai standard oleh Jokowi? Sikap Jokowi jelas terhadap para capres yang sudah ramai di jagad politik Indonesia.
Telunjuknya jelas pada Ganjar Pranowo, kenapa harus yang lain?
Padalarang 25 April 2023
APP