Solidaritas Pemain Sepak Bola Palestina untuk Indonesia: Kami Salut kepada Ganjar Pranowo dan I Wayan Koster
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 14 April 2023 15:17 WIB
Oleh Hasan Kareem dan Saher Sharha*
ORBITINDONESIA.COM - Kami, tim sepak bola Palestina yang bertandatangan di bawah ini, memberi hormat kepada rakyat Indonesia yang menentang keikutsertaan apartheid Israel di Piala Dunia U20.
Kami memuji prinsip solidaritas rakyat Indonesia. Kami juga salut kepada Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo atas sikap mereka yang menolak kehadiran apartheid Israel, yang menggunakan sepak bola - olah raga kebanggaan bersama- sebagai kejahatan 'sportwashing' yaitu untuk mengembalikan reputasi Israel yang rusak akibat kejahatan apartheid.
Suara Anda menginspirasi kami untuk terus bermain dan berjuang demi kebebasan dan keadilan.
Baca Juga: Indonesia Berpeluang Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U17 Usai Hanya Dapat Sanksi Administrtif FIFA
Kami mengutuk keputusan FIFA yang mencabut hak Indonesia untuk menjadi tuan rumah turnamen usia muda ini sekaligus membuat atlet timnas Anda kehilangan kesempatan bertanding di Piala Dunia U20.
Tetapi yang lebih penting, kami mengakui harga mahal yang harus Anda bayar, harga yang harus dibayar oleh banyak atlet, tim Arab dan tim internasional serta masih terus berlanjut untuk keteguhan prinsip dasar mereka.
Kami menyerukan kepada semua asosiasi sepak bola lainnya di seluruh dunia untuk menolak kemunafikan FIFA dan berdiri bersama Indonesia di sisi kanan sejarah.
Hanya beberapa hari setelah perang Rusia di Ukraina, FIFA bergegas memberikan sanksi kepada asosiasi olahraga dan atlet Rusia, namun menolak untuk meminta pertanggungjawaban Israel dan membungkam pihak-pihak yang berani berbicara menentang kejahatannya yang telah berlangsung puluhan tahun dan sedang berlangsung sampai hari ini.
FIFA bahkan tidak akan bertindak melawan pelanggaran yang jelas-jelas dilakukan oleh Israel terhadap undang-undangnya sendiri, sejauh untuk melindungi bentuk pertanggungjawaban Israel.
Di bawah hegemoni barat, FIFA dan badan-badan olahraga internasional lainnya - yang menyatakan diri sebagai penjaga olahraga dan moral - akan terus menerapkan standar ganda kecuali kita bersama-sama menentangnya.
Jika mereka berhasil membungkam kita hari ini, represi penindasan mereka akan menyebar untuk membungkam semua perjuangan kita untuk dunia yang lebih adil, egaliter, dan damai.
Para pemain kami membayar mahal atas semuanya ini dengan karier, darah, dan kehidupan. Tahun lalu tentara Israel menembak dan membunuh pemain bintang kami yang tercinta, Ahmad Daraghmeh, 23 tahun, di Thafaqi Tulkarm, yang bermimpi untuk mewakili dunia internasional.
Ahmad adalah sosok yang bersemangat dan berdedikasi, dan memiliki impian besar, tewas di tangan penembak jitu Israel.
Kasus Ahmad tidak sendiri. Hanya dalam beberapa tahun terakhir, tentara Israel telah menembak dan membunuh Saeed Odeh yang berusia 16 tahun, Mohammad Ghneim yang berusia 19 tahun, Thaer Yazouri yang berusia 18 tahun dan Zaid Ghneim yang berusia 14 tahun.
Penembak jitu dan peluru Israel telah mengakhiri karir puluhan atlet Palestina, seperti Mohammed Khalil berusia 23 tahun dari Gaza, yang ditembak di kedua lututnya.
Di Gaza, ada banyak tim yang terdiri dari orang-orang yang diamputasi yang kehilangan anggota tubuh karena peluru dan serangan militer pasukan pendudukan Israel. Stadion dan lapangan kami dihancurkan oleh bom mereka.
Pemain kami ditangkap dan dicabut haknya untuk bepergian. Tim juara di liga Palestina hanya bisa bermimpi untuk bermain di Piala Palestina, karena mereka dilarang bepergian di wilayah pendudukan Palestina untuk pertandingan final.
Tentara Israel bersenjata bahkan menyerang lapangan kami dan menembakkan gas air mata dan peluru baja berlapis karet selama pertandingan.
Baru minggu lalu, pasukan Israel menggerebek Stadion Internasional Faisal Al Husseini di dekat Yerusalem. Serangan Israel itu memaksa pembatalan Piala Abu Ammar.
Ini bukanlah kali pertama serangan terjadi. Faktanya, stadion yang sama ini dan stadion lainnya terus menerus digerebek oleh pasukan Israel. Salah satu penggerebekan itu bahkan menargetkan sesi latihan tim anak-anak.
Serangan terhadap olahraga dan atlet Palestina inilah yang dilindungi FIFA, caranya dengan melindungi apartheid Israel dari pertanggungjawaban kejahatan agresi.
Demonstrasi rakyat Indonesia dan penolakan terhadap tim apartheid Israel secara langsung menentang semua ketidakadilan dan kemunafikan itu.
Semua orang memiliki hak untuk menolak menggunakan stadion negara mereka untuk kejahatan 'sportwashing' terhadap atlet yang tidak bersalah.
Orang-orang juga memiliki hak untuk menolak menormalisasi rezim Israel, yang dikenal dengan Islamofobia terbuka, kekerasan kolonial, dan kebrutalan apartheid.
Semua ini diwujudkan selama dua malam terakhir ketika pasukan tentara Israel apartheid menyerbu Masjid Al Aqsa selama bulan suci Ramadan, memukuli dan mencekik warga Palestina yang sedang menjalankan ibadah
Ratusan orang terluka sementara pasukan Israel mencegah petugas medis merawat para korban.
Pasukan Israel juga menahan sekitar 500 warga Palestina. Sebagian besar tahanan telah dibebaskan dengan imbalan larangan memasuki Masjid Al Aqsa.
Untuk mengakhiri kejahatan Israel dan kemunafikan badan olahraga internasional, kita perlu berdiri teguh bersama; terutama hari ini ketika orang Palestina menghadapi pemerintah Israel paling kanan, rasis dan fundamentalis yang pernah ada, meningkatkan rezim penjajahan-kolonialisme, pendudukan militer dan apartheid Israel.
Apa yang telah diyakini oleh rakyat Palestina dalam beberapa dekade terakhir ini adalah Israel merupakan rezim apartheid. Inilah yang terus digaungkan oleh organisasi hak asasi manusia internasional seperti Amnesti Internasional.
FIFA tetap melanjutkan sikap munafiknya dengan melindungi apartheid Israel dan menjantukan sanksi kepada Indonesia dan timnas. Hati kami, yang menyimpan kenangan indah saat jadi rekan satu tim.
Kami menolak melupakan cerita indah bersama mereka. Salut kepada rakyat Indonesia atas keteguhan prinsip mereka. ***
* Hasan Kareem dan Saher Sharha, tinggal di Jalur Gaza, Tulkarem, Palestina.