DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

S. Indro Tjahyono: Jangan Ulangi Tragedi Memalukan 2014 dan 2019

image
Pengamat politik Indro Tjahyono

Dari segi demokrasi cara ini sebenarnya termasuk "haram". Aktivis nonpartisan bersama rakyat adalah pihak yang akan memberi mandat ke presiden untuk mewujudkan amanat rakyat.

Gila saja kalau pemberi mandat ikut-ikutan mengkampanyekan kandidat Capres/Cawapres yang notabene nanti adalah pelaksana perintah atau mandat rakyat.

Bahkan 60% calon legislatif (Caleg) sebagai aparat partai politik di lapangan tidak mencantumkan gambar Capres/Cawapres pada spanduk kampanyenya.

Aktivis pendukung bahkan diberi atribut nama binatang (cebong dan kampret) dan dipecahbelah dalam berbagai kelompok pendukung, sehingga modal sosial dan posisi tawarnya lemah.

Baca Juga: Tampil Memukau di Pengabdi Setan 2 Communion, Ratu Felisha Trending Teratas di Twitter, Begini Profilnya

Aktivis nonpartisan yang ikut mendukung Capres/Cawapres berharap Presiden Terpilih akan bersedia menggunakan hak prerogatifnya untuk menggalang barisan perubahan melalui kabinet.

Tapi apa lacur, justru partai politik memperkosa hak prerogatif Presiden Terpilih dan meminta jatah jabatan di Kabinet. Padahal tujuan mereka akan menempatkan menteri untuk dapat menggarong APBN guna membiayai parpol pengusung.

Padahal kita tahu Indonesia menganut Sistem Presidensial dan bukan Sistem Parlementer. Kabinet bukan kabinetnya parpol, tetapi kabinetnya Presiden yang dipilih berdasarkan kompetensi dan bukan politik.

Presiden akhirnya tidak berhasil menggalang orang terbaik untuk membantu mereka, karena anggota kabinet adalah aparat partai yang diberi mandat oleh parpol untuk menyetor dana untuk partai.

Baca Juga: Porter Erisman: Alibaba’s World, Bagaimana Perusahaan China yang Luar Biasa Mengubah Wajah Bisnis Global

Halaman:

Berita Terkait