Kejaksaan NTB Menangkan Perkara Gugaran Lahan ITDC di Mandalika
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 01 Agustus 2022 17:24 WIB
ORBITINDONESIA - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai jaksa pengacara negara memenangkan perkara gugatan lahan pengelolaan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) di kawasan bisnis Mandalika.
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi (NTB) Sungarpin di Mataram, Senin 1 Agustus 2022, gugatan perkara ini berkaitan hasil peninjauan kembali (PK) II jaksa pengacara negara melawan Umar di tingkat Mahkamah Agung.
"Kami menang mewakili ITDC," kata Sungarpin.
Baca Juga: Biodata Kaka, Pencetak Gol ke Gawang Filipina di Piala AFF U-16 Untuk Kemenangan Timnas Indonesia
Namun, ia belum mengetahui isi lengkap dari amar putusan PK II ini, karena belum menerima resmi petikannya.
Ia pun menegaskan bahwa pihaknya belum bisamengambil langkah sebelum memperoleh petikan putusan dari Mahkamah Agung.
Perkara di kawasan Mandalika itu berawal dari gugatan Umar yang mengklaim memiliki lahan tersebut. Perkara gugatan ini kemudian masuk ke pengadilan sejak tahun 2018.
Umar dalam gugatan pertama di tingkat Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, menggugat ITDC selaku pengelola, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Tengah, BPN NTB, dan BPN RI.
Baca Juga: Nikita Mirzani Kembali Pulang, Langsung Wajib Lapor ke Kantor Polisi
Gugatan juga ditujukan kepada pihak yang menduduki lahan, di antaranya Hotel Pullman, Royal Tulip, Paramount Lombok Resort And Residence.
Dasar gugatan, Umar memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) tahun 2005 dan tahun 2009 untuk lahan Hak Pengelola Lahan (HPL) Nomor 73 yang dipegang ITDC sebagai pengelola.
Terakhir, Umar menang pada proses PK I di Mahkamah Agung. Jaksa pengacara negara menanggapinya dengan mengajukan PK II berikut 12 bukti baru (novum).
Salah satunya, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) NTB tahun 2015. Gugatan Umar menggugat BPN ditolak oleh hakim PTUN.
Baca Juga: BLACKPINK Rilis Video Musik Ready for Love, Dua Hari Capai 29 Juta Penonton di YouTube
Dari proses PTUN itu muncul persoalan yang dianggap janggal oleh pihak jaksa pengacara negara. Hal itu terkait Umar mengantongi SHM di tahun 2005 dan tahun 2009 yang kembali mengajukan permohonan sertifikat baru ke BPN.
Hasil penyelidikan kejaksaan pun terungkap bahwa SHM tahun 2005 dan 2009 itu tidak memiliki dasar hukum kepemilikan yang kuat. ***