Rumitnya Perang Pencitraan Anies Baswedan: Bapak Politik Identitas vs Bapak Kesetaraan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 07 September 2022 08:10 WIB
ORBITINDONESIA - Anies Baswedan sedang menghadapi situasi rumit. Meskipun tetap tampil mengumbar senyum, sebetulnya ada problem besar yang menghadang Anies, dalam upayanya maju sebagai capres di Pilpres 2024. Yatu, perang pencitraan akibat cap sebagai Bapak Politik Identitas.
Cikal bakal perang pencitraan Anies Baswedan berawal dari proses naiknya Anies ke kursi Gubernur DKI Jakarta lewat Pilkada 2017. Pilkada ini meninggalkan luka dalam, bahkan teramat perih, karena tim kampanye Anies memainkan politik identitas habis-habisan.
Publik tidak lupa, dalam perang pencitraan melawan kandidat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ini para pendukung Anies memainkan isu “haram hukumnya memilih pemimpin kafir.”
Baca Juga: Ini Jadwal dan Lokasi Autopsi Santri Ponpes Gontor yang Tewas Dianiaya Senior
Media juga sempat memberitakan kasus larangan menyolatkan jenazah pendukung Ahok, sebagai imbas lain dari eksploitasi politik identitas yang melampaui batas.
Pada waktu itu, meski resminya itu adalah pertarungan di Pilkada DKI Jakarta, gemanya meluas sampai ke berbagai provinsi lain di Indonesia. Media sosial level nasional ramai dengan dukung-mendukung terkait pertarungan Pilkada DKI.
Anies mengukuhkan penerapan politik identitas yang ekstrem itu dalam pidato kemenangannya di Pilkada DKI, yang disebutnya sebagai “kemenangan pribumi.”
Pidato ini pun sempat memicu kontroversi. Anies dianggap sudah melanggar garis merah dan mengoyak ikatan kebangsaan.
Tetapi “resep” kemenangan gemilang Anies pada 2017 itu ternyata tidak selalu menguntungkan, terutama pada 2022. Yakni, ketika Anies –yang tidak punya partai dan bukan kader partai-- sedang berjuang untuk meraih tiket capres di Pilpres 2024.
Sejumlah kalangan publik dan media sudah terlanjur mencap Anies sebagai Bapak Politik Identitas. Cap ini melekat kuat dan sulit dicopot, karena pengalaman Pilkada DKI 2017 memang sangat membekas di benak banyak orang.
Sebagian lain, karena adanya jajaran pendukung keras Anies yang berasal dari kelompok-kelompok Islam politik.
Meski bukan mewakili mayoritas yang moderat seperti NU atau Muhammadiyah, mereka sangat vokal dan hal ini justru memperkuat citra Anies sebagai Bapak Politik Identitas.
Baca Juga: Autopsi Jenazah Santri Ponpes Gontor yang Tewas Dianiaya Senior Menunggu Persetujuan Keluarga
Anies sendiri sudah mengukur bahwa untuk meraih kursi Presiden RI pada Pilpres 2024, ia harus meraih dukungan suara dari konstituen Nasionalis.
Semata-mata mengandalkan dukungan suara dari kubu Islam politik, tidaklah cukup untuk memenangkan Pilpres.
Untuk maju menjadi capres, Anies harus bergeser agak ke tengah (Nasionalis), tidak bercokol di posisi pinggiran atau ekstrem (Islam politik).
Kedekatan Anies dan kelompok-kelompok Islam politik kini lebih dirasa sebagai beban.
Konstituen Islam politik tetap harus dirawat, karena merekalah yang mendukung Anies selama ini sampai bisa meraih jabatan Gubernur DKI.
Tetapi terlihat terlalu dekat dengan kubu Islam politik ini bisa menghalangi masuknya dukungan dari konstituen Nasionalis.
Maka Anies pelan-pelan mulai menjaga jarak, agar tidak terlalu sering tampil bersama kelompok-kelompok Islam politik.
Bergeser ke tengah, Anies malah kini lebih rajin menyambangi gereja-gereja dan membagikan bantuan uang untuk sejumlah gereja.
Baca Juga: Pemerintah Mulai Salurkan BLT BBM 2022, Segini Jumlah Bantuan yang Bakal Diterima Masyarakat
Dalam acara peresmian sebuah Gereja Pentakosta di Indonesia Jemaat Yordan Gading Griya Lestari, Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu, 3 September 2022, Anies dinobatkan sebaga “Bapak Kesetaraan Indonesia.”
Alasannya, Anies dianggap sebagai gubernur yang “mampu menyetarakan antar umat beragama.”
Tim kampanye Anies langsung memainkan dan mem-viralkan atribut “Bapak Kesetaraan” ini untuk melawan cap “Bapak Politik Identitas,” yang sudah kadung meluas.
Tetapi apakah itu akan efektif, kita lihat saja nanti.
Baca Juga: PSG Waspadai Pengalaman Juventus di Liga Champions
Anies sendiri sedang berkejaran dengan waktu. Secara resmi, Anies harus melepas jabatan Gubernur DKI pada 16 Oktober 2022.
Dalam sisa waktu sebulan ini, Anies harus memanfaatkan seefisien mungkin untuk menorehkan citra, sebagai sosok yang “bersih” dari eksploitasi ekstrem politik identitas.***