Sama Pernah Ditindas Soeharto di Era Orde Baru, PDIP dan PPP Tak Bisa Dipisahkan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 27 April 2023 11:34 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Setelah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memutuskan partainya mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden, saya langsung mengira partai berikutnya yang bakal mendeklarasikan Ganjar adalah PPP.
Ikatan sejarah dua partai itu, PDIP dan PPP, meyakinkan saya. Ikatan sejarah dua partai itu, membuat dua partai itu sulit untuk berbeda arah.
Di masa Orde Baru, PDIP dan PPP itulah yang selalu dikambing hitamkan bahkan dijadikan korban dalam di setiap pemilu. Ya dua partai itulah yang selalu menjadi korban karena dilahirkan untuk dikalahkan.
Bahkan jika terlihat ada kemungkinan salah satu dari dua partai itu akan menang, Orde Baru akan bergerak untuk membuat kisruh dari dalam. Tidak jarang tokoh-tokoh sentral dua partai itu ditumbalkan.
Rasa senasib sepenanggungan itulah yang membuat Megawati Soekarnoputri “memilih” Hamzah Haz, Ketua Umum PPP periode 1997 - 2008 sebagai Wakil Presiden. Ya, Megawati memang memilih Hamzah Haz. Karena menjelang pemilihan wakil presiden di gedung DPR/MPR, PDIP memberikan dukungannya kepada Hamzah Haz.
Tanpa dukungan itu, mustahil dia mengalahkan Akbar Tandjung dengan Partai Golkarnya serta Susilo Bambang Yudhoyono dengan frakti TNI/Polrinya. Maka lahirlah duet kepemimpinan Megawati - Hamzah Haz mulai 2001 - 2004.
Bagi Megawati, keberhasilannya menggandeng duet dengan PPP dalam kepemimpinan tertinggi negara seperti romantisme. Sepertinya Megawati termotivasi untuk mewujudkan kesuksesan Mega Bintang yang lahir pada tahun 1997.
Baca Juga: Webinar Satupena Akan Diskusikan Tai Chi, Jalan Cerdas Menangkal Pandemi dan Perang Nuklir
Mega Bintang merupakan jargon sebuah gerakan perlawanan terhadap otoritasi kepemimpinan Soeharto yang semakin menggila. Mega yang kepengurusan PDI-nya tidak diakui oleh Orde Baru pada waktu itu, memilih menjalin komunikasi erat dengan PPP yang memiliki logo bintang.
Dan PPP menyambut hangat kehadiran Mega. Dia seperti memperoleh tempat perlindungan sekaligus dukungan moral bahwa dia tidak sendirian.
Dengan jalinan seperti itu, Mega seolah memberi kode atau isyarat kepada pendukungnya untuk memilih PPP pada pemilu 1997. Isyarat itupun disambut oleh akar rumput dengan menghadirkan kombinasi warna merah dan hijau dalam aksi-aksi kampanye.
Ya, PPP adalah rumah kedua bagi Mega. Bahkan sehari sebelum Mbah Maimoen Zubair berangkat haji untuk yang terakhir kali, beliau “berpamitan” langsung kepada Mega di kediamannya sekaligus “menitipkan” PPP.
Begitu emosionalnya hubungan antara Mega dan PPP. Dan itu ditunjukkan langsung oleh Mbah Maimoen, yang sangat paham detail-detail sejarah perjalanan partainya.
Tidak heran jika dalam dua Pilpres terakhir, Mega tidak rela meninggalkan PPP. Walapun ada saja upaya-upaya untuk memecah sejarah keduanya.
Sekarang, sejarah itu kembali terulang. Mega dengan PDIP-nya akan bergandeng tangan dengan PPP untuk mengusung Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024.
Bagi PPP, memberikan dukungan untuk Ganjar Pranowo memang sebuah keniscayaan. Bukan saja karena Wakil Gubernur Ganjar di Jawa Tengah saat ini berasal dari PPP, tapi karena hubungan Ganjar dengan PPP memang sangat dekat dan personal.
Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Borneo FC Rombak Lini Belakangnya dengan Korbankan Julio Cesar
Mertuanya merupakan anggota DPRD Purbalingga dari PPP selama 6 periode dan terakhir menjadi anggota MPR RI. Bahkan saat ini, kakak iparnya merupakan Ketua PC PPP Purbalingga.
Jika divisualisasi, Ganjar ini sama persis dengan simbol jargon Mega Bintang, yakni perpaduan antara merah dan hijau. Tapi karena ini adalah ruang politis, tidak menutup kemungkinan hadirnya warna lain di tubuh Ganjar untuk menyempurnakan gerakan meraih kemenangan.
Apakah kuning, biru muda sampai warna hijau lain akan turut bergabung? Kita tunggu saja tanggal mainnya.
(Oleh: Kendhit Atnala Jlamprong, seword.com) ***