Pemberitaan Media dan Bahaya Nara Sumber yang Tidak Memiliki Kredibilitas
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 02 Juli 2022 19:12 WIB

ORBITINDONESIA - Pemberitaan media, yang mengutip nara sumber yang tidak memiliki kredibilitas (tidak kredibel), bisa berisiko terhadap informasi yang disebar ke khalayak pembaca. Informasi itu bisa tidak sesuai fakta, tidak akurat, menyesatkan (misleading), salah konteks, terlalu dilebih-lebihkan (bombastis, sensasional), dan sebagainya.
Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas atau kekuatan untuk dipercaya. Kredibilitas bisa berasal dari berbagai aspek:
Kompetensi: Ketika kita membahas masalah bahan-bahan kimia, tentunya seorang PhD ilmu kimia memiliki kompetensi jauh lebih tinggi daripada orang yang tidak punya latar belakang pendidikan ilmu kimia. Maka bisa dikatakan, seorang PhD ilmu kimia lebih memiliki kredibilitas.
Baca Juga: Korupsi, Nilai Agama dan Kompartementalisasi
Otoritas: Posisi atau jabatan seseorang di organisasi tertentu membedakan tingkat kredibilitas. Seorang Panglima TNI tentu lebih memiliki kredibilitas untuk menjabarkan kebijakan organisasi TNI ketimbang seorang Komandan Korem.
Kapasitas: Anda bisa mewawancarai seorang pengelola warteg tentang dampak kenaikan harga BBM dan elpiji dalam lingkup operasional warungnya. Tetapi jika Anda ingin mengetahui dampak kenaikan harga BBM dan elpiji terhadap ekonomi nasional, ya Anda tentu harus bertanya ke pakar ekonomi atau Menteri Perekonomian.
Menurut kode etik Perhimpunan Jurnalis Profesional, integritas profesional merupakan landasan kredibilitas seorang jurnalis. Kewajiban nomor satu seorang jurnalis adalah jujur.
Pemberitaan media bisa dijadikan pertimbangan awal untuk membuat kebijakan publik. Namun tentu tidak cukup satu-dua media, karena bahkan sebuah media yang kredibel masih mungkin membuat kekeliruan dalam pemberitaan.
Baca Juga: Buku Sejuta Dolar itu Bernama Book of Rhymes
Maka makin banyak media yang dibaca dan diperbandingkan kontennya, semakin baik. Jika banyak media yang memberitakan, maka kemungkinan kekeliruan bisa diperkecil. Tiap media bisa saling mengoreksi pemberitaan yang lain.