Pertarungan Prabowo, Ganjar, dan Anies Jadi Bahan Kuliah di Kelas
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 12 Agustus 2023 11:27 WIB
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - “Pemilihan presiden adalah mikrokosmos politik. Ia laboratorium alami untuk mempelajari ilmu politik dalam praktik. Ia juga studi kasus yang kaya untuk menyelami efek dari berbagai strategi kampanye, liputan media, dan psikologi pemilih."
Pernyataan ini dari Michael Tesler. Ia adalah ilmuwan politik di University of California, Berkeley, Amerika Serikat.
Kemarin, 11 Agustus 2023, saya selaku mentor atau dosen diundang untuk rapat evaluasi.
Baca Juga: Kepada Angin dan Burung-burung: Lagu dan Zamannya dalam Pandangan Denny JA
Angkatan kedua program Mini MBA Marketing Politik baru saja selesai. Ini program kerja sama antara SBM ITB, Kuncie, dan LSI Denny JA.
Di antara berbagai bahan evaluasi, disampaikan juga penilaian peserta program Mini MBA politik marketing atas performa mentor, dosen di kelas.
Saya memperoleh nilai sangat tinggi dari para peserta: rata rata 9, 48 (angkatan pertama) dan 9.67 (angkatan kedua) dari angka 10.
Salah satu penyebabnya, karena dalam menyampaikan teori marketing politik, saya mengeksplorasi studi kasus yang segar dan sedang berlangsung.
Baca Juga: Opini Denny JA: Kasus Rocky Gerung dan Wilayah Abu-abu
Kampanye resmi pemilu presiden antara Prabowo, Ganjar, dan Anies memang belum dimulai.
Tapi berbagai sisi teori marketing politik saya gunakan untuk membahas pertarungan Prabowo, Ganjar, dan Anies.
Pernyataan Michael Tesler yang saya ingat ketika menyusun materi kuliah. Pemilu presiden itu mikro kosmos, contoh mini beroperasinya perilaku politik elite, dan psikologi pemilih.
Praktik politik itu bahan kajian yang paling baru untuk dirumuskan atau mengoreksi ilmu politik konvensional.
Baca Juga: Hanggoro Doso Pamungkas LSI Denny JA: Airlangga Hartarto Punya Kartu AS Untuk Cawapres
Kuliah pun menjadi segar dan hidup. Ia membahas apa yang sedang hot dan heboh terjadi di masyatakat saat ini. Kadang ilmu politik yang baku terlambat merespon hal- hal baru yang datang.
-000-
Sebelum menyusun materi kuliah, saya teringat Pilpres di Amerika Serikat antara Joe Biden versus Donald Trump di tahun 2020.
Pemilihan presiden itu telah dicatat sebagai salah satu yang paling memecah belah dalam sejarah Amerika Serikat.
Itu juga menjadi topik diskusi utama di universitas-universitas di seluruh negeri Amerika Serikat, yang sering dieksplorasi sebagai studi kasus.
Di beberapa kelas, fokusnya pada faktor strategis dan politik yang berkontribusi pada kemenangan Biden. Misalnya, ada yang membahas bagaimana kampanye Biden berhasil menarik pemilih pinggiran kota (wong cilik) dan orang Afrika-Amerika.
Atau bagaimana penanganan Trump terhadap pandemi COVID-19 merusak peluangnya untuk terpilih kembali.
Di kelas lain, fokusnya pada kekuatan sosial dan budaya mendasar yang membentuk pemilu. Misalnya, ada profesor membahas peran ras, gender, dan ketimpangan ekonomi dalam pemilu.
Atau bagaimana kebangkitan media sosial memengaruhi cara pemilih mengonsumsi informasi.
Di beberapa kelas, fokusnya tertuju pada aspek negatif pemilu. Bersama dengan derasnya informasi online, marak pula ujaran kebencian dan misinformasi.
Di kelas lain, fokusnya lebih pada aspek positif pemilu, seperti meningkatnya partisipasi pemilih muda dan semakin beragamnya pemilih etnik.
Tak hanya kulit hitam dan hispanic, Amerika Serikatnya juga mulai diramaikan oleh warga keturunan Asia.
Berikut beberapa contoh universitas yang mengeksplorasi pemilu 2020 sebagai studi kasus.
Di University of Pennsylvania, Amerika Serikat, Annenberg School for Communication University of Pennsylvania menyelenggarakan serangkaian acara tentang pemilu 2020.
Dalam acara itu, ada diskusi panel tentang peran media sosial dalam pemilu dan kuliah tentang dampak pemilu terhadap demokrasi Amerika.
Sekolah Pemerintahan di Universitas Harvard menyelenggarakan konferensi tentang pemilu 2020. Acara ini menghadirkan pembicara dari kampanye Trump dan Biden.
Juga di Universitas Stanford, Pusat Shorenstein untuk Media, Politik, dan Kebijakan Publik Universitas Stanford. Universitas ini menyelenggarakan serangkaian acara pada pemilu 2020, termasuk debat antara dua ilmuwan politik tentang masa depan demokrasi Amerika.
Pemilu presiden di AS menjadi peristiwa besar yang berdampak signifikan pada politik, ekonomi, dan masyarakat negara tersebut.
Ia studi kasus alami untuk dieksplorasi dan didiskusikan di berbagai kelas.
-000-
Selesai membaca evaluasi program Mini MBA marketing politik, saya mengajak diskusi teman- teman peneliti di LSI Denny JA.
Sejak bulan April 2023, setiap bulan LSI Denny JA membuat riset nasional. Bayangkan: setiap bulan! Hingga selesai Pilpres di Febuari 2024, akan ada 11 hasil riset nasional.
Sayang sekali jika data sebanyak itu hanya untuk bahan konferensi pers.
Berbagai skripsi, tesis, dan disertasi bisa dibuat dengan memafaatkan 11 hasil survei nasional selama 11 bulan.
Pusat dari riset itu memang pertarungan capres antara Prabowo, Ganjar, dan Anies. Tapi banyak isu nasional berkaitan yang juga digali dalam riset itu.
Maka disepakati. Mulai Agustus ini, LSI Denny JA akan mempublikasi buletin akademik dalam dua bahasa: Indonesia dan Inggris.
Buletin akademik akan terbit setiap bulan. Ia segera menjadi referensi untuk dalam dan luar negeri bagi yang ingin menjadikan Pilpres 2024 di Indonesia sebagai studi kasus.
Pilpres memang tak hanya tentang politik praktis. Pilpres juga kini menjadi sebuah labolatorium ilmu politik, khususnya marketing politik. ***
CATATAN
(1) Studi Michael Tesler soal Pemilu Presiden