Denny JA: Mochtar Lubis, Penulis dengan Sikap Politik yang Tegas
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 19 Agustus 2022 02:58 WIB
ORBITINDONESIA - Setiap zaman, setiap kawasan memerlukan suara kritis di ruang publik. Yang berani menyatakan “tidak” dengan keras sekali, tapi dengan data dan fakta, kepada kekuasaan yang mulai melenceng. Sastrawan, penulis, tokoh intelektual, dan wartawan Mochtar Lubis adalah contoh untuk zamannya.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Persatuan Penulis Indonesia SATUPENA, Denny JA, dalam orasinya yang ke-162 dan beredar di media sosial, 19 Agustus 2022. Denny berkomentar terkait peringatan 100 Tahun Kelahiran Mochtar Lubis.
Denny mengulas buku Mochtar Lubis, Catatan Subversif (terbit 1980) yang menceritakan catatan harian dan kehidupannya di dalam penjara, 22 Desember 1956 sampai 17 Mei 1966. “Meskipun tubuhnya dipenjara, jiwa Mochtar Lubis tidak dipenjara,” tegas Denny.
Baca Juga: Duncan Clark: Alibaba, Kediaman yang Dibangun oleh Jack Ma
“Hampir 10 tahun Mochtar Lubis dipenjara. Namun di dalam penjara, jiwanya tetap merasa lepas. Ia tetap merenung dan menulis, dalam bentuk catatan harian dan puisi-puisi,” lanjutnya.
Denny menuturkan, Mochtar Lubis dipenjara tanpa pengadilan. Pasalnya, Harian Indonesia Raya yang dipimpinnya memuat surat-surat seorang petinggi militer bernama Zulkifli, Kepala Staf Angkatan Darat (1955).
Dalam surat-surat itu, Zulkifli menentang atasan atau pemerintah. Mochtar Lubis ditangkap polisi militer pada 21 Desember 1956.
Mochtar Lubis bebas dari penjara di zaman Orde Baru. Tetapi ia juga pernah ditahan lagi di zaman rezim Orde Baru. Ia dianggap terlibat kasus Malari, walau tuduhan itu tak terbukti.
Baca Juga: Tulisan HUT Kemerdekaan Indonesia: Ingin Bebas Dari Rutinitas Nine to Five
Di zaman Soeharto, Mochtar Lubis lewat surat kabarnya membongkar kasus korupsi di Pertamina. Waktu itu Jaksa Agung tidak menerima tantangan Mochtar Lubis untuk mengusut pimpinan Pertamina, Ibnu Sutowo.
Pidato kebudayaan Mochtar Lubis pada 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta dituangkan dalam sebuah buku berjudul Manusia Indonesia.
Buku yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia (YOI) ini memicu pro dan kontra dari masyarakat, karena mengungkap stereotipe manusia Indonesia, terutama sifat-sifat negatifnya.***