DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Bagaimana Hukumnya Beribadah Karena Allah, Tetapi Juga Ada Niat niat Duniawi

image
Ilustrasi ibadah sholat karna Allah, tetapi juga bisa diiringi niat niatl lain yang bersifat duniawi.

ORBITINDONESIA.COM - Seseorang yang beribadah murni ikhlas karena Allah, dan tidak ada dalam niatnya untuk memperoleh pujian manusia, dan juga tidak ada niat untuk memperoleh tujuan duniawi.

Maka orang seperti ini pahalanya sempurna, meskipun setelah itu ternyata ia memperoleh perkara-perkara dunia, baik dipuji atau memperoleh harta dunia karena amalannya. Itu sama sekali tidak mempengaruhi kesempurnaan pahalanya.

Hal ini seperti seseorang yang setelah beramal sholeh lalu ia dipuji orang lain, dan kemudian dalam hatinya terbetik rasa gembira dengan pujian tersebut. Maka ini tidaklah mempengaruhi kesempurnaan pahala ibadahnya, yang telah ia kerjakan dengan ikhlas tidak mengharapkan pujian manusia.

Baca Juga: Survei Kurious Indonesia: Meski Tanpa Lionel Messi, Penonton Tetap Ingin Nonton Indonesia vs Argentina

Ada yang menanyakan pada Rasulullah Saw, “Bagaimana pendapatmu dengan orang yang melakukan suatu amalan kebaikan, lalu setelah itu dia mendapatkan pujian orang-orang.

Nabi Saw mengatakan: “Itu adalah berita gembira bagi seorang mukmin yang disegerakan.” (HR Muslim no 2642).

An-Nawawi rahimahullah mengatakan: “Ini pertanda bahwa Allah ridho dan mencintainya. Lalu Allah menjadi makhluk/manusia mencintainya pula”. (HR. Muslim) .

Demikian pula seseorang yang berjihad ikhlas dan tidak terbetik dalam hatinya untuk mecari gonimah (harta rampasan perang). Lantas setelah jihad itu, iapun memperoleh harta gonimah.

Baca Juga: Lagi, Jurnalis Argentina Sebut Messi Tidak Datang ke Indonesia

Kasus lain, ada seseorang yang beribadah ikhlas karena mengharapkan wajah Allah, akan tetapi ia menyertakan dalam niatnya tujuan-tujuan yang lain. Maka kondisi orang ini ada tiga kemungkinan.

Pertama, tujuan-tujuan tersebut juga merupakan tujuan yang mulia dan berkaitan dengan akhirat. Maka orang seperti ini memperoleh ganjaran yang ganda berdasarkan niat gandanya.

Contohnya, seseorang imam yang sengaja memperpanjang ruku’nya karena ia merasa ada makmum yang terlambat yang segera ingin ruku’ bersamanya agar memperoleh pahala raka’at.

Maka imam ini telah melakukan dua kebaikan. Al-‘Iz bin Abdis Salaam berkata, “Apakah perbuatan seorang imam yang menunggu makmum masbuq agar mendapatkan ruku’ termasuk kesyirikan?"

Baca Juga: Dosen Teknik Sipil ITB: Jalan Rusak Tidak Selalu Karena Ada Beban Berlebih

Aku katakan bahwasanya sebagian ulama menyangka perkaranya demikian. Tetapi perkaranya tidak sebagaimana yang mereka sangka.

Justru hal ini adalah bentuk mengumpulkan dua amal sholeh, karena membantu makmum untuk mendapatkan ruku’ dan ini merupakan amal sholeh tersendiri.

Lalu Al-‘Izz bin Abdis Salaam menyebutkan dalil akan hal ini, yaitu bahwasanya ada seseorang yang sholat sendirian lalu Nabi Saw berkata: ”Adakah seseorang yang bersedekah terhadap orang ini, lalu sholat berjama’ah bersamanya?" (HR Abu Dawud 574).

Lalu ada seseorang yang sholat bersama orang tersebut. Dan Nabi tidak menjadikan amalan ini sebagai suatu bentuk Riya’ atau kesyirikan.

Baca Juga: Ingin Tahu Nama Bakal Calon Gubernur Sulut, Berikut Ini Daftarnya

Dalil lain yang menunjukan hal ini adalah sabda Nabi SAW: “Sungguh aku hendak sholat dan aku ingin memperpanjang sholatku, lalu aku mendengar tangisan anak kecil, maka akupun meringankan/mempercepat sholatku khawatir memberatkan ibunya” (HR Abu Dawud no 755) .

Dari Abu Qilabah ia berkata: “Malik bin Al-Huwairits radhiallahu ‘anhu datang di masjid kami ini, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku akan sholat mengimami kalian, dan sebenarnya aku tidak ingin sholat, aku sholat sebagaimana aku melihat Nabi shlallallalhu ‘alaihi wa sallam sholat” (HR Al-Bukhari no 677).

Al-Hafiz Ibnu Hajr berkata, “Malik bin al-Huwaits memandang bahwa mengajari tata cara sholat dengan praktik lebih jelas dari pada dengan perkataan. Ini dalil akan bolehnya hal ini, dan hal ini tidak termasuk dalam bab kesyirikan dalam ibadah”

Tujuan-tujuan tersebut berkaitan dengan dunia, akan tetapi diperbolehkan dalam syari’at berdasarkan dalil-dalil yang ada.

Baca Juga: Mamma Rosy yang Viral Tukar Pesanan Daging Sapi dengan Daging Babi Siap Kembalikan Uang Pembelinya

Seperti seseorang yang bersilaturahmi. Selain ingin memperoleh pahala dari Allah, ia juga ingin diperpanjang umurnya dan ditambah rizkinya.

Atau seseorang yang bersedekah. Selain karena berharap pahala akherat, ia juga ingin sedekah tersebut sebagai sebab kesembuhan penyakit salah satu anggota keluarganya.

Maka dzohir dalil-dalil tersebut menunjukan, niat-niat keduniaan seperti ini tidak mengurangi kesempurnaan pahala ibadahnya. Karena tidak mungkin Nabi SAW memotivasi untuk beribadah dengan ganjaran dunia, yang bisa mengurangi kesempurnaan pahala akherat.

Nabilah yang memotivasi untuk memperpanjang umur dan lapangnya rizki dengan bersilaturahmi.

Baca Juga: Sinopsis Film Under Siege 2 Aksi Heroik Steven Seagal Gagalkan Teroris Kereta Api Tayang di Bioskop Trans TV

Tujuan-tujuan tersebut berkaitan dengan dunia. Tetapi tidak ada nash/dalil khusus yang menjelaskan akan kebolehannya.

Contoh tidak ada dalil bahwasanya jika seseorang menjadi imam masjid lantas akan dilapangkan rizkinya, atau seseorang yang berdakwah akan ditambah rizkinya.

Maka kondisi orang yang seperti ini ada dua model: Perkara dunia yang menjadi tujuannya ternyata ia tujukan untuk amalan akherat. ***

Berita Terkait