Goenawan Mohamad: ELIEZER
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 25 Januari 2023 12:05 WIB
Baca Juga: Sudah Tidak Tahan, Venna Melinda Tetap Teguh Ambil Keputusan Gugat Cerai Ferry Irawan
Seperti Eleizer dalam Alkitab, mereka hanya disebut sesekali. Tapi mereka penting dalam bangunan sosial, karena mereka tak menghendaki ketidak-adilan.
Dan kau memilih jadi polisi. Kau jadi penegak hukum. Di zaman dulu orang akan menyebutmu “hamba wet”. Kau tak bertanya — kau tak boleh bertanya — apa gerangan “wet” itu, apa hukum itu, selain sendi ketertiban masyarakat.
Kau, hamba, tak menyidik kemungkinan bahwa aturan dan undang-undang yang jadi hukum itu jangan-jangan hanya bungkus bagus buat penindasan dan rasa haus kekuasaan.
Sebenarnya tak amat jauh untuk melihat kenyataan itu. Kau bagian sebuah organisasi yang ditentukan hukum berhak memegang senjata dan menggunakan kekerasan. Dalam posisi istimewa itu, dua kemungkinan bisa terjadi.
Pertama, organisasimu — Kepolisian Republik Indonesia — akan merasa dipercayai dan sebab itu membalas hormat kepada jutaan orang yang mempercayainya, jutaan orang yang disebut “rakyat”.
Kedua sebaliknya: kalian yang dengan sah mengggunakan senjata akan merasa begitu kuat dan begitu menakutkan, hingga tak gampang ditentang dan digugat.
Kekuasaan macam itu bisa tak terkendali. Banyak yang tahu, di kamar-kamar tahanan polisi, penyiksaan dan pemerasan tak jarang dilakukan, dan hampir selamanya dibiarkan. Pelan-pelan, brutalitas itu jadi “kebudayaan”.
Itu yang juga kau saksikan dalam perbuatan atasanmu, Jenderal Sambo. Ia personifikasi “kebudayaan brutalitas” itu.