DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Siber di Puncak Peradaban Bermedia

image
Yono Hartono, Praktisi Media Online.

Baca Juga: Catatan Akhir Tahun 2022 Denny JA: Waktunya Indonesia Menyatakan Pandemi Covid 19 Sudah Selesai

Revolusi dunia komunikasi dan informasi menggelinding dalam berbagai bentuk perubahan hingga sekarang. Setiap bentuk, semua platform media memiliki cerita sendiri-sendiri. Media cetak menipis bukan berarti habis, tetapi menempati siklus peradaban di posisi bawah.

Hiruk-pikuk perubahan bermedia melanda dunia. Disrupsi teknologi, media dan sosial pun tidak bisa dihindarkan.  Korbannya bergelimpangan, seiring munculnya pemenang yang adaptif dengan teknologi media baru.

Persoalan dunia bermedia kalau didaratkan ke negara-negara di seluruh dunia membawa cerita yang berbeda-beda sesuai kultur yang sudah tertanam lama di bumi masing-masing.

Di Indonesia juga tidak luput dari disrupsi teknologi. Banyak media cetak tutup, termasuk di ujung tahun 2022 media cetak bernama Harian Republika.

Baca Juga: 25 Drama Kisah Konflik Primordial di 5 Wilayah Setelah Reformasi dalam 25 Puisi Esai Denny JA

Republika yang didesain untuk masyarakat baru ini dinyatakan oleh pengelolanya berhenti berproduksi dan bermigrasi ke bentuk online yang sudah lama digarapnya.

Beberapa media cetak di Indonesia seperti Harian Kompas, Tempo, dan banyak media lain sudah puluhan tahun menjalankan media online, walaupun secara bisnis belum menemukan pola yang pas.

Bila ditarik kebelakang dari akar sejarahnya, media cetak, menjadi andalan masyarakat, pada umumnya, apalagi setelah Johannes Gutenberg, cowok bule berdarah  Yahudi Jerman, pada tahun 1450-an berhasil membuat mesin cetak.

Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat, sejak mesin cetak ditemukan oleh Johannes Guttenberg  pada 1450-an, koran cetakan yang berbentuk seperti sekarang ini, muncul pertama kalinya pada tahun 1457 di Nurenberg, Jerman.

Halaman:

Berita Terkait