DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Perkosaan Massal di Kerusuhan Mei 98 Jakarta dalam Puisi Esai Denny JA, DARI SEJARAH YANG DILUPAKAN

image

Oleh Ita Fatia Nadia *

ORBITINDONESIA - Puisi Esai Denny JA ini adalah recalling memori suara perempuan korban kekerasan untuk menciptakan kesadaran kolektif.

“Segerombolan pemuda menyeramkan. Mereka membawa pentungan. Ada yang bawa golok. Sejak di jalan mereka sudah teriak: “Hei, Cina. Keluar kalian. Kalian jadi kaya. Kami miskin.”

“Duaaaaarr” Gerbang berhasil mereka dobrak. Li Wei ketakutan. Ia segera matikan lampu. Ia tutup gorden. Itu masih sore hari menjelang magrib. Tapi justru aksi Li Wei ini terlihat.

Mereka meyakini rumah ini ada penghuninya. Pintu masuk pun didobrak. Mereka masuk ke ruangan. Li Wei sembunyi di bawah kolong ranjang. Tapi mereka berhasil menemukannya. “Jangan, jangan,” ujar Li Wei. Aku punya uang. Ambil saja uangku. Ambil saja barang-barang.”

Mereka tertawa. Golok pun di dilengketkan ke leher Li Wei. “Jika melawan, aku gorok lehermu. Aku cungkil matamu.” Li Wei seketika lemas. Ia seolah hilang ingatan. Yang ia ingat, rasa sakit. Bergantian lima lelaki itu memperkosanya.

Li Wei hanya bisa menangis. Setelah puas memperkosa, rombongan itu pergi. Ada yang membawa TV. Ada yang mengambil komputer.

Semalaman Li Wei menangis. Awalnya ia terpikir bunuh diri. Pisau tajam itu sudah ia dekatkan dengan nadi tangan.” (Denny JA, “Jeritan Setelah Kebebasan,” hal.29-30)

Nukilan cerita di atas adalah puisi esai yang ditulis oleh Denny JA dalam bukunya “Jeritan Setelah Kebebasan: Drama Koflik Primordial Setelah Reformasi di Lima Wilayah dalam 25 Puisi Esai.”

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait