25 Kisah Konflik Primordial di Lima Wilayah dalam Buku Puisi Esai Denny JA
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 02 Desember 2022 09:26 WIB
Baca Juga: LSI Denny JA: Publik Optimistis Situasi Ekonomi Nasional tahun Depan Lebih Baik
Ia memiliki senjata penting bernama puisi esai. Seperti disebutnya, puisi esai menjadi cara bertutur baru dalam mendokumentasikan kisah true story itu.
Fakta-fakta mengerikan itu. Berbeda dengan penulisan sejarah atau jurnalisme, puisi esai menambahkan drama dan fiksi. Gabungan dari olah fakta dan fiksi dramatik memungkinkannya menyajikan catatan sejarah dan sekaligus menghadirkan narasi pembelajaran penting dari sejarah tersebut.
Mengapa diperlukan fiksi untuk mengisahkan true story?
Bagi Denny, sepotong sejarah akan lebih mudah diingat, lebih menyentuh jika dikisahkan melalui drama yang menyentuh.
Baca Juga: TWO LEADERS AND ONE SUN, Dua Lukisan Esai Karya Denny JA Tentang Global Governance di G20
Racikan inilah yang menurut Isbedy Stiawan ZS menjadi kekuatan buku ini. Denny JA “seperti memiliki '100 mata' untuk melihat, mengamati, sekaligus menentukan sudut yang pas untuk menulis kisah-kisah dramatik tersebut.” ('Konflik Balinuraga' dalam Puisi Esai Denny JA).
Konflik dan kerusuhan itu adalah pengalaman traumatik, bukan hanya bagi korban, namun juga bagi aktor dan pelaku. Setelah sekian lama berjarak dengan peristiwanya, setelah terbangun kesadaran kolektif bahwa konflik tak menghasilkan apa-apa selain kehancuran, banyak pelaku yang kemudian justru tersiksa, dihantui rasa bersalah berkepanjangan.
Inilah yang disebut oleh Jacky Manuputty dalam buku ini sebagai titik balik.
“Syair-syair Denny JA menawarkan pendekatan yang utuh dengan memotret proses transformasi aktor dari konflik ke perdamaian. Kisah-kisah titik balik adalah bentuk narasi damai yang inspiratif, memiliki dampak dan daya tarik yang sama dengan drama konflik.” (Biarlah Rebana dan Totobuang Kembali Bersanding).