Bulan Desember, Bulan Puisi Esai, dari Film Layar Lebar Sampai Tradisi Memberi Kesaksian
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 01 Desember 2022 08:04 WIB
Baca Juga: Denny JA: Dunia Islam Perlu Tafsir yang Pro Keadilan Bagi Perempuan
Isu itu dapat pula dituliskan dalam bentuk puisi esai. Mengapa puisi esai? Itu agar kisah yang sebenarnya menjadi lebih dramatis, lebih menyentuh hati, dan lebih lama tinggal dalam memori kolektif.
Cara menulis dalam puisi esai disertakan paling akhir dalam esai ini.
Di bulan desember ini, banyak hal signifikan yang sudah dilakukan oleh komunitas puisi esai.
Pertama, segera dibuat film layar lebar pertama berdasarkan puisi esai. Saya sudah bertemu beberapa kali dengan Direktur PFN, Dwi Heriyanto, sudah menanda- tangani MOU, untuk segera dieksekusi.
Baca Juga: Denny JA Luncurkan Kanal Youtube SATUPENA TV yang Memuat Kisah Kalangan Penulis Tanah Air
Kedua, kesaksian atas 25 kisah konflik berdarah di Indonesia setelah reformasi. Kisah ini sudah didokumentasikan dalam 25 puisi esai.
Itu kisah yang diolah dari drama di seputar konflik primordial di Era Reformasi: Konflik agama di Maluku (1991-2002), Konflik suku Dayak versus Madura di Sampit (2001), Konflik Ahmadiyah di Mataram (2002-2017), Konflik Rasial di Jakarta (Mei 1998), dan konflik pendatang Bali dan penduduk asli di Lampung (2012).
25 kisah ini saya tuliskan sendiri dan sudah menjadi buku “Jeritan Setelah Kebebasan” (2022). Juga sudah terbit edisi bahasa inggrisnya: Scream Following Liberation (2022).
Sebanyak 13 aktivis, penulis dan tokoh masyarakat juga sudah merespon buku puisi esai ini dan juga menuliskan responnya dalam buku yang segera terbit: Kaleidoskop Menolak Lupa: 13 Tanggapan Terhadap Puisi Esai Denny JA (2022).