Catatan Denny JA: Mengapa Kaisar Deem Memenangkan Dermakata Award 2025, Kategori Fiksi

Oleh Denny JA

(Pendiri Lembaga Kreator Era AI)

Aku merindukan kebebasan tapi ragaku terkurung di sini, maka aku beralih ke fiksi. Mawar tak bisa tumbuh di padang tandus, tapi puisi tentangnya bisa mekar di mana-mana.”

— Kaisar Deem, Jose Kecil dalam Dirimu (2025)

ORBITINDONESIA.COM - Ada karya sastra yang membuat kita berpikir.

Ada pula karya yang membuat kita merasa.

Namun yang dilakukan Kaisar Deem adalah keduanya: ia membuat kita mengingat hal-hal yang ingin kita lupakan sebagai bangsa.

Dalam cerpen "Jose Kecil dalam Dirimu," Kaisar menulis dengan kesederhanaan yang menelanjangi.

Ia tidak memilih diksi yang gemerlap, tapi justru membiarkan kejujuran kata bekerja seperti cahaya kecil di ruang gelap: pelan, tapi menembus jauh ke dalam kesadaran.

Tokohnya, Jose, bocah penyintas dari Timor Leste. Ia berbicara dengan bahasa yang begitu manusiawi sehingga kita mendengar gema anak-anak lain di dalam diri kita.

Itu anak-anak yang kehilangan rumah, kehilangan asal, kehilangan kesempatan untuk bermimpi.

Itulah sebabnya Kaisar Deem memenangkan Dermakata Award 2025 untuk kategori Fiksi.

Ia menulis apa yang tak semua penulis berani menuliskannya: penderitaan tanpa heroisme, kemiskinan tanpa romantisasi, luka tanpa penyembuhan.

Kaisar menghadirkan kisah bukan untuk menjawab, melainkan untuk menggugah. Ia menjadikan fiksi bukan pelarian, melainkan perlawanan sunyi terhadap lupa sebuah bangsa secara kolektif.

-000-

Dermakata Award itu penghargaan tahunan yang diberikan kepada para penulis, jurnalis, dan pemikir yang karyanya dianggap paling menggugah kesadaran kemanusiaan.

Penghargaan ini diberikan oleh Lembaga Kreator Era AI.

Dalam kategori Fiksi, penghargaan ini jatuh kepada penulis yang mampu menggunakan kekuatan cerita untuk membuka ruang refleksi sosial dan moral di masyarakat.

Tahun 2025, Dewan Juri Dermakata Award diketuai oleh Okky Madasari, novelis dan aktivis literasi yang dikenal karena keberaniannya menulis tema-tema kebebasan dan kemanusiaan.

Bersama Okky duduk beberapa juri: Anwar Putra Bayu, Dhenok Kristiadi, Hamri Manoppo, Muhammad Thobroni, Wayan Suyadnya, dan Victor Manengkey. Ini juri dari pulau Sumatra hingga Papua.

Bagi para juri, fiksi bukan sekadar bentuk hiburan, melainkan cermin moral zaman.

Dan Kaisar Deem, dengan seluruh kesederhanaannya, telah memantulkan zaman kita dengan jernih sekaligus getir.

-000-

Kaisar Deem lahir di Makassar, 30 Oktober 1991. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana: ayahnya seorang pegawai pertanahan yang suka membaca koran, ibunya penjahit rumahan.

Sejak kecil, Kaisar sudah akrab dengan kata. Ia membaca bukan untuk bersekolah, tetapi untuk mengerti hidup.

Meski bergelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Makassar, dunia angka tak pernah benar-benar menahannya. Dunia kata memanggilnya lebih keras.

Tahun 2020, ia mulai mengirimkan cerpen ke media daring, hingga akhirnya Jose Kecil dalam Dirimu menjadi viral di media sosial. Cerita itu menandai lahirnya suara baru dalam sastra Indonesia: jujur, realistis, dan tanpa topeng estetika.

Ketika bukunya dengan judul sama terbit pada Mei 2025 oleh Bara Books Kediri, banyak kritikus menyebutnya sebagai nafas baru realisme sosial Indonesia.

“Cerpen ‘Sengsara dan Menular’ karya Kaisar Deem sangat mengesankan. Ia menulis seperti orang yang pernah kalah dan tak lagi ingin menang.”

Kaisar tak hanya menulis. Ia juga meneliti, menerjemahkan, dan menghidupi sastra. Saat ini, ia tengah menerjemahkan disertasi Annabel Teh Gallop tentang Rukiah S. Kertapati.

Siapakah Rukiah? Ia salah satu tokoh penting sastra Indonesia 1950-an, penulis novel Kedjatuhan dan Hati (1950).

Ia anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA). Rukiah dikenal karena tulisannya yang menyatukan kesadaran sosial dengan suara perempuan.

Namun setelah peristiwa politik 1965, ia dibungkam, karyanya dilarang, dan namanya hampir hilang dari sejarah resmi.

Dengan menerjemahkan karya akademik Gallop, Kaisar seolah menghidupkan kembali suara yang dulu dibungkam.

Ini bukan sekadar kerja literasi, tetapi tindakan moral untuk mengembalikan keadilan sejarah sastra.

Karya keduanya yang segera diterbitkan Gramedia dikabarkan akan menggali lebih dalam kegelisahan manusia urban: bagaimana kemajuan ekonomi justru meninggalkan kehampaan spiritual dan moral.

Ia tetap setia pada realisme sosial. Ini jalur yang kini jarang dipilih karena tak menjanjikan gemerlap pasar.

Namun di situlah keistimewaannya: Kaisar menulis bukan untuk memanjakan, melainkan untuk menyadarkan.

-000-

Dalam dunia yang semakin bising oleh hiburan dan kecepatan, Kaisar Deem memilih untuk menulis dengan diam.

Namun diamnya bukan berarti sunyi. Ia seperti doa yang tak diucapkan tapi terasa menggema dalam dada pembacanya.

Ia tidak ingin menjadi penulis yang populer. Ia ingin menjadi penulis yang bermakna.

Dalam wawancaranya, ia berkata pelan:

“Aku ingin cerita-ceritaku menjangkau orang luas dan dengan begitu aku memiliki teman yang menemaniku merenungkan banyak persoalan kehidupan yang tak bisa kupendam sendirian."

Dan itulah keberhasilan tertinggi seorang penulis: membuat pembacanya mendengar: bukan suaranya sendiri, tapi gema kemanusiaan di dalam diri mereka.

Dalam jagat sastra Indonesia hari ini, Kaisar Deem hadir seperti lentera kecil di lorong panjang.

Ia menulis apa yang tak semua penulis ingin menuliskannya: tentang kemiskinan, luka, dan ketidakadilan—tanpa menjadikannya komoditas belas kasihan.

Dermakata Award 2025 memberinya pengakuan bukan semata karena kualitas estetik karyanya, tapi karena keberanian moralnya.

Ia menulis agar luka bangsa ini tak membusuk dalam diam.

Mungkin itulah mengapa karyanya terasa menyentuh.

Karena Kaisar tidak menulis dari kepala,

melainkan dari tempat yang lebih dalam:

dari hati yang telah belajar menanggung dunia.

“Dalam hidup, tidak semua luka bisa disembuhkan. Tapi semua luka bisa dituliskan. Dan barangkali, di situlah penyembuhan dimulai.”

— Kaisar Deem

Jakarta, 12 November 2025

Referensi:

1. Kaisar Deem, Jose Kecil dalam Dirimu dan Cerita-Cerita Lainnya (Bara Books, 2025).

2. Annabel Teh Gallop, Rukiah S. Kertapati and the Politics of Indonesian Literature (Unpublished Dissertation, 2003).

3. Rukiah S. Kertapati, Kedjatuhan dan Hati (Balai Pustaka, 1950). ***