Resensi Buku Refugia Faith Karya Debra Rienstra: Ketika Iman Menemukan Tempat Berlindung di Dunia yang Retak
ORBITINDONESIA.COM- Refugia Faith: Seeking Hidden Shelters, Ordinary Wonders, and the Healing of the Earth (2022) adalah salah satu karya spiritual paling reflektif dari dua dekade terakhir, ditulis oleh Debra Rienstra, profesor sastra dan penulis esai asal Amerika Serikat yang dikenal karena kemampuannya memadukan literasi iman dengan kesadaran ekologi.
Diterbitkan oleh Fortress Press pada tahun 2022, buku ini muncul di tengah keputusasaan global akibat krisis iklim, pandemi, dan keterasingan sosial — situasi yang membuat banyak orang bertanya: bagaimana iman dapat tetap hidup ketika bumi sedang sekarat?
Istilah refugia yang digunakan Rienstra berasal dari dunia biologi: tempat-tempat perlindungan kecil di mana kehidupan bertahan di tengah kehancuran ekosistem besar. Rienstra lalu memperluas maknanya ke ranah spiritual dan sosial: bagaimana manusia beriman bisa menjadi “refugia”—penyokong kehidupan dan iman di tengah kehancuran dunia.
Seperti halnya teolog klasik yang menulis dari reruntuhan sejarah, Rienstra menulis dari reruntuhan ekologis dan eksistensial masa kini, menggabungkan sains, teologi, dan pengalaman pribadi menjadi narasi penyembuhan yang lembut namun mendalam.
Isi dan Struktur Buku: Menemukan Tempat Iman di Tengah Kekacauan Alam
Buku Refugia Faith disusun seperti perjalanan batin: bergerak dari kesadaran ekologis menuju transformasi spiritual. Rienstra membagi refleksinya dalam beberapa bagian yang mengalir antara narasi pribadi, kisah nyata komunitas, serta pemikiran teologis yang dibungkus gaya sastra.
Ia memulai dengan kisah sederhana — kebingungannya sebagai seorang Kristen modern di dunia yang semakin rusak oleh keserakahan manusia. Dari situ, ia memperkenalkan konsep refugia sebagai “suaka iman dan ekologi”, tempat di mana kehidupan bisa bertahan walau sistem besar tampak gagal.
Bagian-bagian berikut membahas bagaimana konsep refugia bisa dihidupkan melalui tiga lapis pengalaman:
-
Ekologis: tempat-tempat alam kecil seperti hutan gereja, kebun komunitas, atau daerah konservasi yang tetap hidup di tengah bencana.
-
Komunal: gereja dan komunitas yang menjadi ruang aman untuk memperbaiki hubungan antar manusia dan dengan bumi.
-
Spiritual: ruang batin di mana individu berlatih ketenangan, belas kasih, dan kesadaran ekologis sebagai bagian dari kehidupan beriman.
Rienstra banyak bercerita tentang proyek-proyek konkret — dari hutan gereja di Ethiopia hingga kelompok kecil jemaat yang menanam kembali tanaman lokal — yang menunjukkan bahwa “iman yang hidup” harus menumbuhkan kehidupan literal, bukan hanya simbolik.
Makna Filsafat dan Teologi: Dari Doa Menuju Pemulihan Dunia
Inti pemikiran Refugia Faith terletak pada gagasan bahwa iman bukan pelarian dari dunia, melainkan cara untuk merawatnya. Rienstra menolak pandangan spiritual yang menjauh dari bumi. Bagi dia, setiap tindakan menjaga alam adalah bentuk liturgi; setiap upaya merawat sesama adalah bentuk doa.
Dalam bahasa teologis, refugia menjadi metafora kenabian — bahwa di tengah kehancuran sistem besar (politik, ekonomi, bahkan institusi keagamaan), Tuhan masih bekerja melalui tempat-tempat kecil yang tersembunyi: rumah, kebun, komunitas, dan hati manusia. Rienstra menulis dengan kesadaran mendalam bahwa “harapan sejati tidak muncul dari kemenangan, tetapi dari ketekunan yang lembut.”
Dengan demikian, buku ini juga menjadi kritik lembut terhadap gereja modern yang kerap kehilangan hubungan dengan ciptaan. Rienstra menyerukan transformasi liturgi: ibadah yang menyentuh bumi, doa yang menumbuhkan akar, dan iman yang menumbuhkan kehidupan baru.
Relevansi Bagi Dunia Modern: Ekoteologi di Zaman Krisis
Membaca Refugia Faith hari ini sama artinya dengan membaca peta rohani bagi masa depan manusia. Dunia menghadapi krisis ekologi global, tetapi juga krisis spiritual.
Manusia kehilangan rasa keterhubungan dengan alam dan dengan Tuhan. Buku ini menjembatani keduanya dengan menawarkan visi iman yang membumi, inklusif, dan berorientasi pada pemulihan.
Bagi masyarakat Indonesia, pesan Rienstra memiliki resonansi kuat. Dalam konteks di mana bencana alam dan deforestasi terjadi berulang, konsep refugia dapat diterjemahkan sebagai komunitas beriman yang melestarikan kehidupan lokal: dari gotong royong lingkungan hingga teologi ciptaan dalam tradisi Islam, Kristen, Hindu, maupun kearifan Nusantara.
Dengan bahasa yang tenang dan reflektif, Rienstra mengajarkan bahwa tindakan kecil — menanam pohon, merawat tanah, membangun komunitas berbelas kasih — bisa menjadi liturgi ekologis yang lebih bermakna daripada sekadar khotbah panjang di mimbar.
Penutup: Iman sebagai Rumah bagi Dunia
Pada akhirnya, Refugia Faith bukan sekadar buku teologi lingkungan, melainkan manifesto lembut tentang iman yang bertahan di zaman kehancuran. Rienstra mengingatkan bahwa dunia ini mungkin retak, tetapi iman bisa menjadi rumah sementara yang menjaga kehidupan tetap menyala.
Dengan gaya menulis yang puitis dan kontemplatif, Debra Rienstra menyalakan kesadaran baru: bahwa tugas spiritual tertinggi manusia bukan hanya menyelamatkan jiwanya sendiri, tetapi ikut menyembuhkan bumi.
Buku ini bukan hanya untuk para teolog, tetapi juga bagi siapa pun yang mencari makna baru dalam iman, ekologi, dan kemanusiaan. Refugia Faith adalah doa panjang dalam bentuk prosa — lembut, rendah hati, namun penuh daya hidup — yang mengingatkan kita bahwa bahkan di tengah reruntuhan, kehidupan masih bisa tumbuh, diam-diam, namun pasti.***