Ronny P. Sasmita: Arti Pembelian Jet Tempur J-10 Tiongkok oleh Indonesia Bagi Pertahanan Asia
Oleh Ronny P. Sasmita
ORBITINDONESIA.COM - Keputusan Indonesia untuk membeli 42 jet tempur J-10 buatan Tiongkok menandai lebih dari sekadar pengadaan militer; hal ini memperkuat pandangan strategis Jakarta dan menandakan pergeseran yang lebih luas dalam dinamika pertahanan Asia. Di bawah Presiden Prabowo Subianto, Indonesia sedang memetakan arah modernisasi pertahanan yang mencerminkan ambisi sekaligus pragmatisme di dunia multipolar.
Kesepakatan ini, yang bernilai sekitar US$9 miliar, mengikuti kontrak Indonesia sebelumnya dengan Prancis untuk Rafale dan dengan Turki untuk pesawat tempur siluman KAAN. Pola ini mencerminkan strategi diversifikasi yang disengaja yang bertujuan untuk mencapai kedaulatan teknologi. Pesan Prabowo jelas: modernisasi Indonesia tidak akan bergantung pada satu blok pun.
Selama beberapa dekade, Angkatan Udara Indonesia telah mengandalkan perpaduan antara F-16 Amerika, Hawk Inggris, dan Sukhoi Rusia. Pembelian J-10 merupakan langkah praktis sekaligus politis: memperkuat otonomi pertahanan Indonesia sekaligus mengakui kecanggihan teknologi pertahanan Tiongkok yang semakin meningkat.
Industri pertahanan Tiongkok, yang selama ini dianggap sebagai tiruan desain Barat, diam-diam telah bertransformasi. J-10C, yang dikembangkan oleh Chengdu Aircraft Industry Group, dilengkapi radar AESA (active electronically scanned array) canggih, kendali fly-by-wire digital, dan rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15 – kemampuan yang setara dengan pesawat tempur generasi 4,5 Barat.
Kredibilitasnya di medan perang ditunjukkan selama konfrontasi Pakistan dengan India, di mana kinerja J-10C dilaporkan mampu mencegah serangan India lebih lanjut dan memulihkan paritas udara regional. Peristiwa tersebut bergema di Asia Tenggara sebagai bukti kemunculan Tiongkok sebagai inovator pertahanan sejati.
Oleh karena itu, langkah Indonesia lebih merupakan pengakuan atas kemajuan teknologi Tiongkok daripada kecenderungan ideologis terhadap Beijing.
Kesepakatan J-10C menandakan bahwa Jakarta memandang sistem pertahanan Tiongkok bukan hanya sebagai alternatif yang lebih murah, tetapi juga sebagai aset yang kredibel. Kesepakatan ini juga mencerminkan pandangan dunia pragmatis Prabowo: fleksibilitas, bukan keselarasan, adalah kekuatan strategis Indonesia.
(Sumber: SCMP) ***