Abustan: Stop Kekerasan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 14 Oktober 2022 16:40 WIB
Oleh: Abustan, Dosen/Pengajar Magister Hukum UID Jakarta
ORBITINDONESIA - Dua kata ini yang di_tweet seorang teman pada 13 Oktober 2022, saat menyaksikan Rizky Billar memakai baju oranye (tahanan) ketika diambil gambarnya oleh para awak media di kantor kepolisian.
Namun, Jumat pagi hari 14 Oktober berita berubah 180 derajat karena yang beredar "Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT." Kuasa hukum Rizky Billar, Hotma Sitompul menyatakan: mereka sudah berdamai.
Sepekan terakhir ini, tak terbantahkan perseteruan suami-isteri ini menjadi topik yang viral di medsos. Media sosial secara luar biasa memberikan pemberitaan yang ramai sekali, mungkin bisa dikategorisasi sebagai berita peringkat ke tiga setelah kasus Sambo dan tragedi Kanjuruhan.
Baca Juga: RESMI! Inilah Kesimpulan dan Rekomendasi TGIPF Terkait Tragedi Kerusuhan di Kanjuruhan
Karena itu, selama beberapa hari belakangan, kasus ini terus menerus ada dalam ingatan publik.
Mengapa? saya cuma bisa mereka-reka bahwa mungkin karena ia (korbannya) seorang perempuan yang tak sepantasnya diperlakukan kasar, sehingga mendapat pemberitaan meluas dan masif di masyarakat.
Di sini, sebagaimana diketahui, posisi perempuan dalam masyarakat dan negara sangat jelas, yakni sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara yang memiliki hak/kewajiban yang setara dengan laki-laki.
Tegasnya, perempuan adalah makhluk mulia yang memiliki harkat dan martabat. Secara hukum (konstitusi) memberikan legitimasi kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Dalam konteks ini sangat tegas menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar laki_laki.
Baca Juga: Ini Alasan Pemkot Jakarta Pusat Kosongkan Paksa Rumah Wanda Hamidah di Menteng
Maka, sekali lagi, tatanan hukum Indonesia menolak semua bentuk ketimpangan, ketidaksetaraan, kekerasan, ketidakadilan terutama dalam relasi gender.
Bahkan, menolak semua bentuk budaya kekerasan, budaya feodal dan semua sistem tiranik, dan totaliter. Akan tetapi, sistem hukum dan sistem demokrasi yang ada justru sangat vokal mendorong manusia untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Akhirnya, menurut filsuf Immanuel Kant bahwa harga dan nilai manusia pada prinsipnya tidak seluruhnya ditakar secara ekonomi.
Maka dari itu, setiap orang wajib diperlakukan secara bermartabat. Martabat manusia tidak bisa diganggu gugat. Asas ini berefek post-mortem.
Jakarta, 14 Oktober 2022
komunitas 'Satu Pena" ***