In Memoriam Dr. Lukmanul Hakim, Produk Halal dan Buku yang Tak Pernah Terbit
Oleh Syaefudin Simon
ORBITINDONESIA.COM - Jika kini Indonesia dikenal sebagai negeri yang makanannya secara syariah aman bagi umat Islam di dunia, maka Dr. Lukmanul Hakim (31 Juli 1969 - 30 September 2025) adalah salah seorang yang berjasa besar dalam merintis dan mempopulerkan halal food yang ikonik itu.
Ya. Tak banyak produk makanan di dunia ini yang di kemasannya tertempel logo ikonik "Halal MUI" . Logo ini meyakinkan umat Islam untuk menyantap makanan tersebut tanpa ragu. Pasti halal menurut Syariat Islam.
Tak sedikit orang mengritik, kenapa perlu logo halal di makanan yang jelas-jelas bahan bakunya halal? Bukankah lebih baik menempelkan logo haram di makanan yang jelas haram seperti kornet babi agar biaya produksi lebih murah?
Lukmanul Hakim dalam sebuah perbincangan menyebutkan, sebuah proses produksi yang bahan bakunya halal belum tentu hasilnya halal. Di sana ada kemungkinan bahan bakunya kadaluarsa, ada aditif bersifat racun, ada proses pengolahan yang tidak higienis, dan bahkan ada intimidasi pada pekerja.
Semua itu memang tidak berhubungan langsung dengan kehalalan bahan baku. Tapi dalam kriteria sertifikasi kehalalan modern, hal-hal tersebut menentukan apakah produk akhir itu layak diberi sertifikat halal atau tidak.
Dengan demikian, kriteria halal mempunyai dimensi yang luas. Produk kulkas, yang tak terkait dengan makanan yang langsung dikonsumsi, misalnya, bisa saja dianggap tidak halal, karena pabrik elektroniknya mengeksploitasi buruh dengan upah rendah dan tidak manusiawi.
Mirip dengan pasar minyak sawit di Eropa yang dikaitkan dengan deforestasi. Produk sawit yang berasal dari lahan deforestasi, di Eropa "diharamkan".
Dari konteks itulah, sertifikasi halal mendapat apresiasi dunia. Produk bersertifikat halal bisa meningkatkan kepercayaan konsumen, membuka akses ke pasar yang lebih luas (termasuk pasar Muslim domestik dan internasional), serta menjadi nilai tambah pemasaran.
Menurut BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), hingga saat ini jumlah produk bersertifikat halal di Indonesia telah mencapai 9.052.806 produk. Jumlah tersebut terus bertambah seiring banyaknya jenis dan macam produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia.
Melihat banyaknya makanan/minuman yang diproduksi tersebut, pemerintah melalui UU Jaminan Produk Halal (UU No. 33 Tahun 2014) harus bertanggung jawab melindungi konsumen muslim, yang jumlahnya mayoritas di Indonesia.
Tapi yang menarik dari Lukmanul Hakim yang pernah menjadi Ketua MUI Bidang Ekonomi, Ketua Lembaga Wakaf, dan Direktur Utama LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika) adalah gagasannya untuk menjadikan sertifikasi halal sebagai instrumen pemberdayaan UMKM.
Lukman menyebut sertifikasi halal sebagai “satu‑satunya pilihan” untuk memperkuat ekonomi umat, supaya UMKM tak hanya berbicara soal keuntungan duniawi, tapi juga nilai-nilai kehalalan.
Dalam Sidang Tahunan Ekonomi Umat 2025, Lukman menegaskan bahwa dua isu strategis, kedaulatan pangan dan energi akan menjadi rekomendasi resmi MUI kepada pemerintah.
Alumnus IPB dan doktor studi Islam dari Islamic University of Europe itu juga mendorong agar produk unggulan lokal dijadikan prioritas dalam sistem distribusi pangan, sebagai bentuk kemandirian ekonomi umat. Barangkali itulah sebabnya, Wapres KH Ma'ruf Amin mengangkat Lukman Hakim sebagai Staf Ahli Wapres Bidang Ekonomi Umat.
Putra Tasikmalaya ini punya cita-cita luhur: Islam harus mampu membawa kemandirian Indonesia dalam energi dan pangan. Tentu saja keduanya harus melalui proses yang halal. Tanpa manipulasi dan korupsi.
Dengan gagasannya yang luhur itulah, dunia internasional mengapresiasinya. Lukman terpilih sebagai Presiden World Halal Council (WHC) dari 2009-2011 dan Presiden World Halal Food Council (WHFC) sejak 2011 sampai sekarang. Dia pun mendapat penghargaan dari Raja Thailand Maha Vajirslongkorn karena menyuarakan pentingnya kemandirian pangan dan energi untuk negara-negara berkembang melalui forum agama.
Lukman dikenal sebagai salah satu pelopor penulisan buku-buku Standar Sistem Jaminan Halal (HAS 23000). Buku-buku itu sekarang telah dijadikan standar bagi perusahaan bersertifikat Halal dan referensi bagi Lembaga Sertifikasi Halal internasional.
Dalam sebuah perjumpaan di kantor MUI, Lukman minta aku membuat buku tentang "Dwi Tunggal Jokowi - Ma'ruf". Saat itu, awal 2019, aku dan Lukman masih menjadi fans berat Jokowi. Bagi kami, Jokowi - Ma'ruf adalah pasangan ideal, nasionalis dan agamis.
Dami buku pun jadi. Administrasi selesai. Tinggal cetak. Penerbitan buku di tangan Lukman. Aku sudah berkali kali menanyakan, kapan buku diterbitkan!
Dan ternyata, sampai beliau wafat buku itu tak pernah terbit. What's wrong?
Belakangan aku tersenyum sendiri. Dalam perjalanan politik, mungkin Lukman berperasaan sepertiku. Jokowi bukan pemimpin nasionalis seperti yang dibayangkan.
Dan bila buku itu diterbitkan dan beredar, niscaya akan kontroversial. Banyak orang akan nyinyir. Dan aku baru sadar, sikap Lukman yang tak mau menerbitkan buku itu adalah pencerahan dari langit. Aku pun setuju buku itu tak perlu diterbitkan.
Selamat Jalan Sahabat. Allah menyambutmu dengan suka cita di sorga.***