Menyibak Tirai Multiverse: Alam Semesta Menurut Stephen Hawking

ORBITINDONESIA.COM - Bayangkan malam penuh bintang. Kita mendongak, lalu bertanya dalam hati: apakah semua ini satu-satunya? Ataukah ada dunia-dunia lain yang bersembunyi di balik gelapnya kosmos?

Pertanyaan itu pernah menghantui Stephen Hawking, sang fisikawan legendaris. Bagi Hawking, alam semesta bukanlah panggung tunggal, melainkan bisa jadi hanya satu “pentas” di antara banyak panggung lain yang tak terlihat.

Sejak lama kita mengenal Big Bang sebagai momen kelahiran alam semesta. Namun, Hawking bersama rekannya James Hartle menawarkan cara pandang baru melalui gagasan “No-Boundary Proposal.” Menurut mereka, alam semesta tidak bermula dari sebuah titik tunggal yang jelas. Ruang dan waktu di skala kuantum ibarat kain halus tanpa ujung. Dari kain inilah, “gelembung-gelembung” kecil dapat muncul—dan masing-masing gelembung berpotensi menjadi sebuah alam semesta.

Inilah akar dari gagasan multiverse: bahwa kenyataan kita hanyalah satu dari sekian banyak kemungkinan. Ada semesta lain yang mungkin tak memiliki bintang, semesta tanpa kehidupan, atau semesta dengan hukum fisika yang benar-benar asing. Sebagian bisa tampak akrab, sebagian lain mungkin tak terbayangkan oleh pikiran manusia.

Menjelang akhir hidupnya, Hawking bersama Thomas Hertog menyempurnakan ide ini. Ia menolak anggapan bahwa multiverse jumlahnya tak terbatas dan liar tanpa aturan. Menurutnya, meski banyak, jumlah alam semesta itu terbatas dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Dengan kata lain, multiverse bukan sekadar imajinasi ala fiksi ilmiah, tetapi konsekuensi dari hukum kuantum dan inflasi kosmik yang membentuk ruang-waktu.

Apa artinya bagi kita? Hawking memberi isyarat: kita hidup di semesta yang “kebetulan” memiliki kondisi ideal untuk lahirnya kehidupan. Mungkin di semesta lain, bintang tak pernah menyala, atau planet tak pernah terbentuk. Tapi kita ada di sini—pada ruang yang ramah bagi manusia.

Dalam satu kalimat sederhana, Hawking seakan berbisik: realitas kita hanyalah salah satu kemungkinan di antara banyak kemungkinan. Dan betapa kecilnya kita, namun betapa beruntungnya bisa menjadi saksi atas kosmos ini.***