DECEMBER 9, 2022
Buku

Buku "Letting Go" Karya David R. Hawkins: Menemukan Kebebasan Batin Melalui Jalan Surrender

image

ORBITINDONESIA.COM - David R. Hawkins dalam buku Letting Go: The Pathway of Surrender menghadirkan sebuah panduan spiritual-praktis yang lembut namun revolusioner.

Ia mengajarkan untuk kita melepaskan, bukan melawan. Segala emosi dan keterikatan sebagai jalan menuju kebebasan batin.

Buku ini tidak sekadar mengajarkan teknik meditasi atau dogma baru, melainkan menuntun pembaca memahami struktur batin yang selama ini mendikte reaksi kita: perasaan tertahan, penilaian diri, kemarahan, rasa bersalah, takut, dan kerinduan yang berulang-ulang.

Baca Juga: Resensi Buku Why Nations Fail (2012) karya Daron Acemoglu dan James A. Robinson: Analisis Kegagalan Sebuah Negara

Inti ajarannya sederhana namun sulit: ketika suatu emosi muncul, jangan menolaknya, jangan mengidentifikasikan diri dengannya, melainkan biarkan ia hadir, rasakan sepenuhnya, dan biarkan ia mengalir keluar.

Proses “surrender” yang Hawkins uraikan bukan menyerah pasif, melainkan usaha sadar untuk tidak memberi energi lebih pada pola-pola lama; dengan demikian energi kehidupan kembali tersedia untuk realitas yang lebih luas daripada ego.

Bagian paling menarik dari buku ini adalah cara Hawkins merinci level-level emosi—dari rasa bersalah dan malu yang paling berat hingga kasih dan penerimaan yang paling ringan—serta implikasinya terhadap kesehatan mental dan fisik.

Baca Juga: Buku "The Power of Now" Karya Eckhart Tolle: Kebebasan Spiritualitas dan Kebahagiaan Sejati

Pembaca diajak melihat bahwa emosi yang ditekan menjadi penyebab kronis dan hambatan spiritual, sedangkan melepaskan adalah tindakan penyembuhan yang praktis dan dapat dipraktikkan.

Ia juga menyinggung peta kesadarannya yang lebih luas—meskipun kontroversial bagi sebagian kalangan—sebagai kerangka untuk memahami pergeseran kualitas hidup ketika seseorang bergerak dari ketakutan menuju keberanian, dari kemarahan menuju iman, dari kesepian menuju cinta.

Gaya bahasa Hawkins lugas, terapeutik, dan sering kali penuh contoh konkret sehingga ajakan spiritualnya terasa dekat dengan pengalaman sehari-hari: konflik dalam hubungan, kecemasan eksistensial, kebiasaan-kebiasaan kecil yang menahan kebahagiaan.

Baca Juga: UGM Klarifikasi tentang Mahasiswi Terkena Denda Perpustakaan Rp5 Juta Karena Terlambat Kembalikan Buku

Teknik praktisnya—mengamati napas, memberi nama perasaan, memperbolehkan sensasi tanpa cerita—mudah diikuti namun menuntut ketekunan. Pembaca harus mencoba secara konsisten dan melaporkan perubahan subtansial dalam reaktivitas emosional dan kedamaian batin.

Halaman:

Berita Terkait