Perbedaan Bali dan Makassar dalam Perspektif dari Sulawesi Selatan
- Penulis : Abriyanto
- Senin, 11 Agustus 2025 13:35 WIB

Di Makassar, sepanjang jalan banyak masjid yang bertebaran bahkan banyak yang megah seperti masjid 99 kubah di pantai Losari, dan suara azan berkumandang di setiap sudut kota, mengisi udara dengan panggilan yang menenangkan jiwa yang sibuk dengan dunianya yang berlayar kencang.
Bali memiliki Tol Mandara, tol paling indah di Indonesia yang membentang di atas lautan, memberikan pemandangan spektakuler bagi para pengendara. Sementara itu, Makassar punya tol layang yang berdiri megah di atas kesibukan kota dari bandara hingga ke pelabuhan, menjadi saksi hiruk pikuk kendaraan dan denyut kehidupan perkotaan dengan senja di pantai Losari.
Ketika saya tiba di bandara, kesan pertama dimulai dari Bandara Ngurah Rai Bali. Bandara ini bersih, rapi, dan wangi, dengan pemandangan yang memanjakan mata. Dari kejauhan, bahkan sebelum benar-benar keluar dari area bandara, sudah tampak gagah patung Garuda Wisnu Kencana salah satu patung tertinggi di dunia, berdiri di atas lahan 60 hektar yang dikelola oleh Alam Sutera Group dengan tampilan megah dan anggun di atas bukit, seakan menyambut setiap tamu yang datang dengan takjubnya yang tingginya bahkan melebihi patung Liberty Amerika.
Baca Juga: Megawati Soekarnoputri Dikukuhkan Jadi Ketua Umum PDI Perjuangan dalam Kongres di Bali
Oiya, ada aturan unik di Bali: gedung bertingkat tinggi dilarang melebihi tinggi pura, sebagai bentuk penghormatan pada kesakralan tempat ibadah. Itulah sebabnya langit Bali tetap lapang, membiarkan mata memandang gunung tertingginya gunung Agung dan garis pantai tanpa terhalang beton yang menjulang.
Makassar berbeda, di sini langit boleh ditantang setinggi mungkin. Gedung-gedung pencakar langit berdiri megah, milik pengusaha daerah yang sukses berjuang seperti Wisma Kalla milik Jusuf Kalla, Menara Bosowa milik Aksa Mahmud, dan Graha Pena milik Alwi Hamu. Semuanya dimiliki pengusaha kelahiran Sulawesi Selatan yang mengangkat nama daerahnya hingga ke tingkat nasional bahkan dunia.
Di Bali, kehidupan terasa menenangkan dan santai, seolah waktu berjalan sedikit lebih lambat, memberi ruang untuk merenung dan menikmati setiap momennya. Di Makassar, kehidupan lebih bersemangat dan aktif, dengan ritme cepat yang memacu adrenalin dan mendorong orang untuk selalu bergerak bagai kapal Phinisi yang menerjang lautan.
Baca Juga: Polda Bali: Warga Negara Rusia dan Pegawai Imigrasi Diduga Peras Puluhan Korban
Namun, ada satu kesamaan yang tak terbantahkan: di kedua tempat ini, orang-orangnya punya jiwa penyambut tamu dengan hangat. Bedanya, di Bali sambutan hadir dengan bunga dan senyum lembut, sementara di Makassar sambutan datang dengan sapaan lantang, tawa dan secangkir kopi panas.
Sebagai penutup, menarik melihat bahwa meski berbeda luas wilayah dan sektor unggulan, potensi ekonomi keduanya sama-sama besar. Tahun 2024, Bali mencatat Pendapatan Asli Daerah sekitar Rp4 triliun, sebagian besar dari sektor pariwisata, pajak hotel, restoran, dan hiburan.
Sementara itu, Makassar mengumpulkan PAD sekitar Rp1,6 triliun, bertumpu pada perdagangan, jasa, dan pajak daerah. Angka ini mencerminkan karakter masing-masing daerah Bali yang hidup dari pesona budaya dan wisata, Makassar yang bertumpu pada geliat dagang dan semangat warganya untuk menggapai mimpi, cita dan cintanya.
Baca Juga: Eks Bintang Sepak Bola Swedia Zlatan Ibrahimovic Kunjungi Bali, Jalani Melukat di Pura Tirta Empul
Dari pulau Bali dan kota Makassar, saya belajar, bahwa keindahan tak hanya soal tempat, tapi bagaimana cara kita merawatnya dengan penuh ketekunan dan kreatifitas tanpa batas. Keramahan tak hanya soal senyuman, tapi ketulusan dan pelayanan di balik itu semua, yang membuatnya berbeda.