DECEMBER 9, 2022
Teknologi

Dirut KCIC Dwiyana Slamet Riyadi: China Masih Jadi Acuan Pengembangan Kereta Cepat Indonesia

image
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menjadi pembicara dalam Kongres Global ke-12 Kereta Cepat di Beijing, Selasa, 8 Juli 2025. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

ORBITINDONESIA.COM - Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengungkapkan, China masih tetap menjadi acuan pengembangan teknologi kereta cepat di Tanah Air.

"Sebenarnya kalau mau mengembangkan suatu teknologi seperti kereta cepat, memang seharusnya merujuk pada satu mazhab tertentu untuk mempermudah di dalam pengoperasian dan perawatan," kata Dwiyana Slamet Riyadi kepada ANTARA di Beijing, Selasa, 8 Juli 2025.

Dwiyana Slamet Riyadi menyampaikan hal tersebut di sela-sela Kongres Global ke-12 Kereta Cepat pada 8-11 Juli 2025 di Beijing. Indonesia diundang ke acara tersebut karena memiliki kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) yang beroperasi sejak Oktober 2023.

Baca Juga: KCIC Layani 156 Ribu Penumpang Pada Libur Natal dan Tahun Baru 2024

"Bukan berarti Indonesia tidak melihat teknologi dari negara lain seperti dari Eropa atau Jepang atau Korea Selatan, tapi berdasarkan pengalaman, standardisasi teknologi itu penting, karena akan memudahkan semuanya, sedangkan bila menerapkan berbagai variasi teknologi di dalam infrastruktur maka dalam perawatannya pasti menyulitkan kita," ungkapnya.

China menjadi rujukan Indonesia dengan pertimbangan bahwa teknologi kereta cepat di negara tersebut sudah maju.

"Di Tiongkok sekarang teknologinya benar-benar sudah 'advance'. Saat ini mereka sedang mengembangkan kereta cepat untuk kecepatan 450 km per jam, jadi menurut saya ya wajar kalau China menjadi salah satu tujuan kita melakukan 'benchmark' untuk teknologi kereta api cepat," tambahnya.

Baca Juga: Mulai 3 Februari 2024, KCIC Terapkan Tarif Dinamis untuk Kereta Cepat Whoosh, Bisa Lebih Hemat

Teknologi kereta cepat dari China itu, ungkap Dwiyana, diimplementasikan 100 persen dalam kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) sehingga Whoosh menjadi contoh pertama penerapan teknologi kereta cepat China di negara lain.

"Sekarang Indonesia adalah negara kedua yang memiliki kereta api cepat dengan kecepatan 350 km per jam setelah China," tuturnya.

Namun untuk menyediakan layanan kereta cepat, dibutuhkan dukungan kuat pemerintah, khususnya karena moda transportasi tersebut mahal.

Baca Juga: DAMRI Buka Rute Transportasi Bus Umum dari Stasiun KCIC Tegalluar ke Stasiun KA Bandung

"Untuk rencana kereta cepat Jakarta-Surabaya itu masih pra-feasibility study karena masih 'preliminary study', masih jauh, kecuali kalau pemerintah mendorong untuk pengerjaannya, kita tidak tahu 3 atau 5 tahun ke depan," kata Dwiyana.

Whoosh menelan investasi hingga 7,2 miliar dolar AS atau setara Rp110,16 triliun. Nilai investasi tersebut sebelumnya telah mengalami pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar AS (Rp18,36 triliun) dari target awal biaya proyek sebesar 6 miliar dolar AS (Rp91,8 triliun).

Sebanyak 60 persen dari pembengkakan biaya atau sekitar 720 juta dolar AS (Rp11,1 triliun) akan dibayarkan oleh konsorsium dari Indonesia, sementara 40 persen sisanya atau sekitar 480 juta dolar AS (Rp7,36 triliun) akan dibayarkan oleh konsorsium China.

Baca Juga: KCIC: 100 Ribu Tiket Whoosh Terjual untuk Momen Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

Dalam paparannya di seminar, Dwiyana mengatakan tingkat "Internal Rate of Return" atau tingkat pengembalian modal yang digunakan untuk pembangunan Whoosh adalah sebesar 12 persen yang berarti Whoosh secara internal menghasilkan pengembalian 12 persen per tahun.

"Nilai IRR kereta cepat Jakarta-Bandung yang mencapai 12 persen menarik karena mencerminkan proyek tersebut memiliki nilai ekonomi dan strategi yang kuat untuk tahap awal," Kata Kepala Pejabat Risiko, Bank Ekspor-Impor China Li Zhongyuan dalam seminar.

Li menuturkan proyek kereta api cepat biasanya merupakan barang publik dengan manfaat sosial yang tinggi, tetapi membutuhkan investasi yang sangat besar, pengembalian modal dalam waktu puluhan tahun dan menghadapi risiko yang kompleks.

Baca Juga: KCIC: Stasiun Whoosh di Halim Jakarta Miliki Fasilitas yang Mendukung Penumpang untuk WFA

"Para investor masih perlu mempertimbangkan bagaimana cara mendapatkan kembali uang mereka dan tingkat ketersebaran risiko," ujarnya.

Menurut  dia, untuk proyek kereta api cepat, perlu mengubah 'spin-over' ekonomi menjadi pengembalian riil bagi para investor untuk memastikan keberlanjutan finansial, seperti nilai untuk pengembangan lahan di sekitar stasiun, serta menyebarkan risiko dan mendatangkan uang dari berbagai sumber bila ada pembengkakan dana.

Hingga Juni 2025, Whoosh sudah melayani lebih dari 10.014.707 penumpang. Rekor penumpang harian tertinggi tercatat pada 27 Juni 2025 sebanyak 26.770 penumpang dalam satu hari, bertepatan dengan libur Tahun Baru Islam dan libur sekolah dengan 62 kali frekuensi perjalanan Whoosh dalam satu hari.***

Halaman:

Berita Terkait