Laksa Tangerang: Jejak Rasa Peranakan Tionghoa dalam Semangkuk Kuliner Ikonik
- Penulis : M. Ulil Albab
- Rabu, 25 Juni 2025 00:23 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Hidangan ini bukan hanya makanan lezat, melainkan juga warisan budaya yang mencerminkan akulturasi antara masyarakat pribumi dan etnis Tionghoa di Tangerang. Dengan kuah santan kuning nan gurih yang direbus bersama kacang hijau dan kentang, mi beras kenyal, serta taburan daun kucai, laksa Tangerang menjadi simbol kuliner multikultural yang kaya akan sejarah dan rasa.
Tangerang dikenal sebagai salah satu wilayah yang memiliki populasi etnis Tionghoa yang cukup signifikan sejak zaman kolonial Belanda. Komunitas ini, terutama yang dikenal dengan sebutan Tionghoa Benteng, telah berbaur dengan masyarakat lokal selama ratusan tahun.
Laksa Tangerang diyakini sebagai hasil dari perpaduan budaya kuliner Tionghoa dengan lokal Betawi dan Sunda. Kata "laksa" sendiri dipercaya berasal dari bahasa Sanskerta laksha yang berarti "banyak", merujuk pada banyaknya bahan dan rempah yang digunakan.
Dilansir dari situs indonesia.go.id pada tahun 1970-an, laksa mulai dijajaki oleh banyak pedagang keliling di Kota Tangerang. Teriakan khas, "laksa, laksa ..." dari para pedagang biasa terdengar. Mereka menjualnya dengan berkeliling dari kampung ke kampung.
Namun seiring berkembangnya zaman, laksa mulai tergeser oleh jenis makanan lain yang cepat dimasak, cepat dijual, dan mungkin lebih murah (makanan cepat saji). Sehingga, pada saat itu jejak makanan laksa mulai menghilang dalam kurun waktu 20 tahun.
Namun pada tahun 2000, makanan ini kembali muncul di banyak tempat, apalagi setelah keberadaannya ternyata mulai mendapat tempat di hati masyarakat. Bukan itu saja, bahkan Pemerintah Kota Tangerang juga memberikan dukungannya sampai saat ini.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Bunga Rampai 100 Tahun Arsitektur Perjuangan dan Jejak Rasa Kuliner
Laksa Tangerang yang populer mendapat perhatian khusus dari pemerintah setempat. Pemerintah Kota Tangerang memfasilitasi penjual laksa dengan menyediakan bangunan pondok yang terbuat dari bambu dan beratap jerami di Jalan Mohamad Yamin, Kota Tangerang.
Tempat ini bernama Kawasan Kuliner Laksa Tangerang dan terdapat tujuh warung yang menjajakan laksa racikan mereka di sini dan beberapa dari mereka buka 24 jam.
Para pengunjung yang menyambangi kawasan tersebut dapat memesan laksa berbeda rasa di warung-warung yang tersedia, di antaranya satu porsi laksa ayam kampung seharga Rp25.000 dan satu porsi laksa telur seharga Rp15.000. Laksa ayam kampung berkuah kuning pekat dengan rasa pedas berempah sementara laksa telur berkuah agak pucat dengan rasa yang ringan tetapi tetap nikmat.
Baca Juga: Orasi Denny JA: Dari Gedung Bersejarah Menjadi Diplomasi Kuliner
Salah satu penjual yang ditemui Xinhua pada Senin (23/6) yakni Mang UU menuturkan bahwa kebanyakan dari pedagang di sini mulai berjualan sekitar tahun 2010. Sebelum COVID melanda, mereka mampu menjual hingga 100 porsi dalam sehari tetapi pascapandemi menjual 50 porsi sehari saja dirasakan para pedagang sangat sulit.***