Raja Ampat dan Kilau Pertambangan Nikel
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Senin, 09 Juni 2025 10:43 WIB

GAG Nikel memiliki jenis perizinan berupa kontrak karya yang terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akta perizinan 430.K/30/DJB/2017 dan luas wilayah izin pertambangan 13.136 hektare.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menyampaikan luas lahan yang sudah dibuka untuk pertambangan sebesar 263,24 hektare. Meski lahan yang dibuka belum separuh dari yang diizinkan, kehadiran pertambangan nikel di Pulau Gag menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak.
Greenpeace Indonesia, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan, mengatakan Pulau Gag masuk ke kategori pulau-pulau kecil yang sebenarnya tak boleh ditambang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Baca Juga: Destinasi Wisata PULAU TAWALE Maluku Utara Bisa Tandingi Raja Ampat, Sandiaga Uno Sampai Terpesona
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang melarang aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. MK menegaskan bahwa penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan, dan keadilan antargenerasi.
Akan tetapi, aktivitas pertambangan di Pulau Gag masih berlangsung, sebelum dihentikan untuk sementara oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada 5 Juni 2025.
Aksi unjuk rasa pada hari kedatangan Menteri ESDM di Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu, 7 Juni 2025 juga menampakkan keresahan masyarakat Raja Ampat tentang kehadiran pertambangan nikel.
Baca Juga: Polres Raja Ampat Periksa Delapan ABK Terkait Terbakarnya Kapal The Oceanik yang Bawa Wisatawan
Kampung Gag
Ekspektasi ihwal penolakan aktivitas tambang oleh masyarakat lokal terpatahkan ketika Bahlil disambut oleh Ketua Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) Kampung Gag Waju Husein.
Waju menyampaikan, penolakan yang ramai disuarakan justru datang dari luar Pulau Gag. Sebab, dirinya tidak merasakan dampak negatif dari kehadiran pertambangan di pulau tersebut. Hal itu ia tekankan berulang kali.
Baca Juga: Berlangsung Pungutan Liar Miliran Rupiah kepada Turis di Raja Ampat, KPK Mulai Bergerak
Ia justru merasa kehadiran perusahaan tambang memberi dampak positif terhadap perekonomian desa. Dari 700–900-an warga yang tinggal di Desa Gag, sekitar 200 orang diserap menjadi tenaga kerja pertambangan tersebut.