DECEMBER 9, 2022
Kolom

Mengapa Kita Selalu Kalah? Sebuah Panggilan Bangun untuk Indonesia

image
Peter F. Gontha (Foto: ANTARA)

Oleh Peter F. Gontha*

ORBITINDONESIA.COM - Mengapa kita selalu kalah?

Mengapa Singapura, Malaysia, dan Thailand—tetangga kita, yang katanya sejajar—terus melaju ke depan sementara kita hanya duduk, menonton, dan bertepuk tangan dari pinggir lapangan? Mengapa setiap konser global besar, pengobatan medis kelas dunia, ajang olahraga internasional, atau fasilitas berkelas selalu ada di sana, tapi tidak pernah di sini?

Baca Juga: KPK Sebut Lukas Enembe Punya Aliran Dana ke Kasino, Jumlahnya Fantastis

Ketika Coldplay tampil tujuh malam di Singapura, puluhan ribu orang Indonesia terbang ke sana. Ketika Formula One melaju di Marina Bay, kita bersorak—bukan dari Jakarta atau Sentul—tapi dari tribun di Singapura.

Ketika Taylor Swift, ikon musik paling berpengaruh saat ini, menggelar konser berturut-turut yang selalu penuh di Singapura, para Swifties Indonesia berebut tiket, memenuhi pesawat, dan membanjiri hotel-hotel. Uang kita, rakyat kita, antusiasme kita—semuanya mengalir ke luar. Tidak pernah ke dalam.

Waktu kita bikin FORMULA-E semua membabi buta menggergaji event tersebut!

Baca Juga: Ramai Arab Saudi Buka Judi Kasino Besar Besaran Agar Dekat dengan Israel, Ternyata Pernah Ada Isu Kasino Halal

Bahkan untuk pemeriksaan kesehatan rutin saja, kita pergi ke Penang atau Bangkok. Pengobatan kanker? Ke Gleneagles atau Bumrungrad. Operasi kosmetik? Ke Kuala Lumpur atau Phuket. Mengapa bukan di Jakarta? Mengapa bukan di Surabaya atau Bali?

Mari kita tarik lebih jauh. Singapura punya kasino. Malaysia, negara dengan mayoritas Muslim, punya kasino legal di Genting Highlands. Sementara kita berpura-pura seolah perjudian tidak ada di sini, padahal Judi Online berkembang pesat di depan mata.

Di Bali, banyak tempat perjudian tersembunyi yang dilindungi oleh “kekuatan lokal,” tapi kita terus mempertahankan wajah moral seolah-olah suci, sementara kita kehilangan miliaran dolar devisa. Semua itu hilang—terbang bersama rakyat kita dan uang mereka.

Baca Juga: Arab Saudi Membangun Kasino Demi Perdamaian Israel dan Palestina

Jadi, kembali ke pertanyaan awal: mengapa kita kalah? Mengapa kita selalu hampir, tapi tak pernah sampai?

Halaman:

Berita Terkait