In Memoriam Azyumardi Azra: Azra dan Ratu Elizabeth
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 19 September 2022 07:31 WIB
Baca Juga: MotoGP Aragon, Marquez Minta Maaf Kepada Quartararo dan Nakagami
Dengan pencoretan tujuh kata itu, sila pertama Pancasila pun berubah dari ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Alamsjah Prawiranegara menyatakan, pencoretan tujuh kata ini merupakan hadiah umat Islam taat (santri) kepada negara Republik Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya, masih ada kelompok santri yang berusaha untuk mengembalikan tujuh kata tersebut ke dalam Pancasila, tapi selalu gagal di sidang parlemen.
Meski tujuh kata yang menjadi ”simbol santrinisasi” dalam Pancasila itu telah terhapus, proses santrinisasi di Indonesia, khususnya di Jawa, tetap berlanjut, baik di masyarakat abangan maupun priyayi.
Baca Juga: Drama Kartu Merah Angel Di Maria, Juventus Dibungkam Monza
Dalam lintasan waktu yang panjang, tulis Sir Azra, orang-orang Jawa telah mengadopsi banyak hal—dari sumber-sumber Timur Tengah, Eropa, bahkan Amerika.
Dengan mengadopsi sumber-sumber tersebut, orang Jawa merasa diperkaya, tapi juga sering terperangkap dalam kesulitan dan konflik yang muncul akibat perubahan budaya dan agama.
Hasilnya seperti dilukiskan Ricklefs, banyak orang Jawa dewasa ini -- dengan penuh kesalehan -- melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam; tapi pada saat yang sama menyukai wayang dengan cerita-cerita Hindu.
Mereka juga membaca literatur modern, mengendarai mobil Jepang, memakai telepon genggam, mengkritik Israel yang menduduki Palestina, mengkhawatirkan kebangkitan Islam militan, dan memendam kecurigaan kepada Amerika dan Barat; namun diam-diam berharap anaknya dapat belajar di Amerika dan Eropa Barat. Unik!