In Memoriam Azyumardi Azra: Azra dan Ratu Elizabeth
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 19 September 2022 07:31 WIB
Baca Juga: Azyumardi Azra Akan Dimakamkan di TMP Kalibata
Tapi dalam perjalanan Islamisasi selanjutnya, selama sekitar empat setengah abad, orang-orang Jawa akhirnya bisa melihat diri mereka secara alamiah memiliki identitas Islam.
Dalam perjalanan Islamisasi selanjutnya, sejak abad ke-19 terjadi perkembangan yang sangat krusial di Jawa,. Yaitu menguatnya kekuasaan kolonial Belanda yang berbarengan dengan meningkatnya gelombang kebangkitan Islam.
Dampaknya, masyarakat Islam terbelah: di satu sisi ada kelompok masyarakat yang merasa perlu atau terpaksa bekerja sama dengan Belanda. Di sisi lain ada yang justru menerima Islam secara skriptualistis.
Pada saat itulah, tulis Ricklefs, muncul dua kelompok masyarakat Jawa, yaitu “abangan” yang merupakan kelompok muslim nominal dan “putihan” yang merupakan kelompok muslim taat.
Kelompok “putihan” ini oleh Geertz disebut kelompok santri. Bahkan Geertz menambahkan satu kelompok lagi, yaitu “priyayi”. Yang terakhir ini adalah kelompok abangan dengan tradisi aristokrat yang cenderung pada Hinduisme.
Pembelahan itu, tulis Azra, terus menguat, khususnya ketika menghadapi kolonialisme Belanda. Menjelang kemerdekaan Indonesia, terjadi perdebatan seru antara kelompok santri dan abangan.
Kelompok santri menghendaki syariat Islam tercatat dalam pembukaan UUD 1945. Sedangkan kelompok abangan sebaliknya Uniknya kedua kelompok ini sama-sama menghendaki Indonesia sebagai negara yang nasionalis religius.
Pada 18 Agustus 1945, terjadi peristiwa penting dalam sidang konstituante: pencoretan tujuh kata (Ketuhanan ”dengan kewajiban menjalan syariat Islam bagi pemeluknya”) dari Mukadimah UUD 1945 dengan imbalan tambahan kata ”Yang Maha Esa”.