DECEMBER 9, 2022
Buku

Renungan Puitis Ideologi Kekerasan, Pengantar Dari Denny JA Untuk Buku Puisi Sastri Bakry Dalam Tiga Bahasa: SAKTI

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

ORBITINDONESIA.COM - “Banyak idelogi besar atas nama kemanusiaan, tapi bertujuan meraih kekuasaan, akan berakhir dengan kejahatan dan tragedi.”

Renungan ini yang datang ketika membaca puisi Sastri Bakry: Kanal Asmara. Bahasa Inggrisnya: Canal of Love. Bahasa Spanyolnya: Canal del Amar. Semua puisi dituliskan dalam tiga bahasa.

Puisi ini sebuah jerit lirih atas abad penuh darah dan janji-janji palsu. Bait-baitnya seperti doa yang patah: menyusuri kanal cinta yang tak sempat dibangun, karena sejarah lebih sibuk menggali parit-parit kebencian. 

Baca Juga: Inilah Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Culture and Politics in Sumatra and Beyond

Di tengah refleksi di Istana Perdamaian, Den Haag, Sastri tidak sedang hanya mengenang kejatuhan Hitler atau Stalin, tetapi sedang menelisik ke jantung kegilaan manusia yang pernah—dan masih—percaya bahwa kebencian dapat melahirkan keadilan.

Puisi ini bukan sekadar puisi. Ia adalah renungan teologis, filsafat sejarah, dan ratapan seorang ibu bumi yang menyaksikan anak-anaknya saling menumpahkan darah atas nama masa depan.

Pada bait-bait Canal of Love, kita temui pertanyaan sederhana: “Mengapa kita tak membangun kanal asmara?” 

Baca Juga: Merekam Sejarah yang Luka Dalam Sastra: Pengantar Denny JA Untuk Buku Puisi Esai Yang Menggigil Dalam Arus Sejarah

Ini sebuah metafora soal ironi sejarah modern yang terlalu sering membangun kanal kekuasaan, kanal propaganda, kanal militer. Namun mereka lupa membangun kanal untuk cinta, dialog, dan keragaman.

Luka yang disinggung Sastri sangat spesifik: ia menyebut nama Hitler dan komunisme. Namun maknanya melampaui itu. Ia bicara tentang satu pola: ideologi besar yang menjanjikan dunia baru, namun justru melahirkan genosida, kamp kerja paksa, dan teror mental. 

Nazisme berangkat dari luka pasca-Perang Dunia I dan ilusi akan kemurnian ras. Komunisme lahir dari mimpi keadilan sosial namun berubah menjadi diktatur proletariat yang menginjak martabat individu.

Baca Juga: Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Puisi Esai "Yang Luput dari Jantung Sejarah" Karya Irsyad Mohammad

Dan kini kita tahu: ideologi, bila didewakan, bisa lebih kejam daripada dewa mana pun.

Halaman:

Berita Terkait