Tewasnya Albar Mahdi, dan Kultur Kekerasan Antara Santri Senior dan Junior di Pondok Pesantren
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 18 September 2022 08:15 WIB
ORBITINDONESIA - Penganiayaan yang menewaskan Albar Mahdi, santri kelas 5 asal Palembang di Pondok Pesantren Modern Gontor pada 22 Agustus 2022 telah menimbulkan kehebohan nasional. Pelaku penganiayaan adalah dua santri senior, yang kini sudah dijadikan tersangka oleh polisi.
Albar Mahdi tewas sesudah dipukuli dengan tangan dan tongkat pramuka, serta ditendang di bagian dada. Kesalahan Albar cuma satu. Dia dituduh menghilangkan alat perlengkapan perkemahan. Hal sepele yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan baik-baik.
Ada dua teman Albar Mahdi lain yang juga dianiaya, tetapi tidak sampai meninggal. Albar tak tahan dipukuli, sehingga jatuh tak sadarkan diri. Ketika dibawa ke IGD rumah sakit di pondok, diketahui bahwa Albar sudah tewas.
Baca Juga: Bupati Lampung Timur Beri Jawaban Soal Perangkat Desa yang Belum Digaji 6 Bulan
Tindakan kekerasan dari santri senior terhadap santri junior sebetulnya bukanlah barang baru. Hal ini tampaknya terjadi di banyak pondok pesantren, walau tak pernah diungkapkan secara terbuka.
Saya mempunyai anak yang lulusan dari sebuah pesantren di Jawa Barat. Terkait kasus tewasnya Albar di tangan seniornya, anak saya berkomentar: kekerasan semacam itu juga terjadi di pondok pesantrennya, dan di pesantren-pesantren lain.
Tingkat kekerasan dan ragam bentuk kekerasannya mungkin berbeda-beda. Tetapi intinya tetap sama.
Itu sudah menjadi seperti “tradisi” atau semacam “kultur kekerasan,” yang diwariskan dari santri senior ke santri junior, lalu ke santri yang lebih junior lagi, dan seterusnya.
Dalam kasus Albar, ada kemungkinan (besar) bahwa santri senior yang menganiaya Albar ini dulunya juga pernah dianiaya oleh santri yang lebih senior lagi. Jadi, dia seolah-olah seperti cuma “meneruskan tradisi” atau kultur kekerasan yang sudah ada.