Catatan Kebudayaan: Menjadi Gubernur Kebudayaan di Sumatra Barat
- Penulis : Maulana
- Sabtu, 11 Januari 2025 09:50 WIB
Maka dengan semangat heroisme tinggi dan kesetiakawanan seniman saya coba bicara. Mencoba mengajaknya duduk makan di kedai Papi Monon. Konon duduk berbincang dengan seniman di uwo Kardi atau papi Monon tak pernah dilakukannya untuk merasakan denyut jantung seniman. Seolah ada jarak Kepala Dinas dengan seniman budayawan.
Akhirnya saya beberapa kali minta waktu ketemu lagi untuk pembicaraan serius. Pertama, tak bisa jumpa karena beliau sakit. Kedua, dia lagi acara, ketiga, dia lagi istirahat. Nah, soal istirahat inilah kemudian menjadi isu yang berkembang. Bahwa Kadis tak bisa diganggu karena sedang sakit. Jadi perlu istirahat. Sehingga menjadi rumor, Kadis sering tidur di kantor karena sakit.
Sayang sekali gaung tak bersambut ya. Saya pernah dikomplain karena berpihak pada seniman yang terlalu keras dan mempermalukan Dinas Kebudayaan. Padahal saya sendiri sering berdebat dengan seniman. Itu hal biasa. Namun agaknya no viral no justice lah, yang membuat seniman buka-bukaan menggunakan bahasa vulgar karena airnya tersumbat sehingga damnya pecah meleleh hingga kemana-mana.
Baca Juga: Sastri Bakry: Anugerah Penyair Prolifik
Apakah seniman difasilitasi, berarti tidak ada ruang berdialektika?
Saya tetap penasaran dengan cerita seniman. Ada yang tajam mengkritik Dinas Kebudayaan tidak melaksanakan tugas, ada yang melengoh, ada yang merepet terus karena tak jelas peran Dinas Kebudayaan di setiap kegiatan. Bahkan di acara sebesar AA Navis yang diakui UNESCO saja, bisa saja tak datang. Kebanyakan lebih suka diam saja meski tak dipedulikan.
Saya tetap melaporkan setiap kegiatan kesenian dan kebudayaan saya. Meski dijawab dengan emoticon jempol, mantap tapi lama-lama saya merasa ini memang tak ada perhatian terhadap seni budaya, dan saya ungkapkan pada yang mengurus budaya.
Baca Juga: Diskusi Satupena, Sastri Bakry: Ajang Kesenian dan Budaya Itu Bukan Cuma Mengajukan Proposal
Reaksinya justru negatif. Saya jadi percaya dengan yang dikeluhkan teman-teman. Akhirnya saya paham kayu yang hitam itu semakin hitam, tak mungkin kita minta berubah warna.
Gubernur Kebudayaan Sumbar
Menjadi Kepala Dinas urusan maka kita menjadi gubernur untuk urusan itu. Menguasai dan mandiri bertindak. Jangan sampai untuk meminjam ruang-ruang di gedung Kebudayaan atau fasilitas pemerintah lainnya di gedung Kebudayaan, hal-hal lainnya harus persetujuan gubernur.
Baca Juga: Sastri Bakry dan Vani Talenta Tampil pada Pertemuan Para Penulis dan Pemikir Dunia di India
Bukankah gubernur sudah memberikan mandat untuk mengurusnya. Apa sebetulnya urusan Dinas Kebudayaan? Kenapa rumit sekali setiap ada kegiatan kebudayaan ya.
"Ya memang rumit," ujar seorang seniman senior.
"Terutama jika tak mengerti," imbuh seniman yunior sambil tersenyum penuh arti.