DECEMBER 9, 2022
Kolom

Supriyanto Martosuwito: NGO dan Wartawan Sebagai Pasukan Perang Modern

image
Ilustrasi - NGO internasional yang mengangkat isu korupsi (Foto: VOI)

Mereka tidak turun dan melakukan investigasi, menyelidiki dan mengkonfirmasi secara detail, tidak mengolah masukan data dan faktanya, melainkan hanya sekedar menyusun asumsi, sinyalemen, mempublikasikannya, dengan agenda tertentu di baliknya.

Sebelum menempatkan mantan kepala negara kita sebagai koruptor klas dunia, mereka mengumpulkan laporan dari orang kita - kelompok sakit hati dan kalah - untuk mengambil kesimpulan “layak sebagai finalis” menurut “NGO internasional”.

Lalu hasil publikasi mereka digaungkan di sini, diamplifikasi - dimakan oleh media ‘mainstream’ di sini (sebab sumbernya dari ‘NGO internasional’) lalu disambut dengan bumbu bumbu komentar yang provokatif, memanaskan suasana, di media sosial. Seolah olah sudah pasti, terbukti, valid, bahwa presiden kita korupsi !

Baca Juga: Ziarah untuk Wartawan yang Dibunuh dan Kisah Rumah Sakit Jiwa: Pengantar Buku Puisi Esai Jonminofri dari Denny JA

Padahal tudingan itu “didaftarkan” oleh orang kita sendiri - bukan investigasi mereka - untuk di-Toa-kan. Mirip pengumuman pengajian di mushala kampung, atau undangan kepada Ibu ibu PKK untuk periksa anak di Posyandu. Atas pesanan “orang kita” juga.

MENJELANG Amerika menyerbu ke ke Irak, Gedung Putih mengirim wartawan “New York Times” ke lokasi yang diduga pabrik senjata biologi, lalu memberitakannya. Bahwa di lokasi di belakang wartawan itu, patut diduga dibuat senjata biologi. Dan ketika wartawan mengkonfirmasi pejabat Gedung Putih mengangguk mantap, “Saya percaya pada New York Times. Siapa tidak? Times media kredibel”.

Begitu juga di sini. Begitu NGO itu mengumumkan presiden kita jadi finalis koruptor klas dunia, saat sanggah sebagai rekayasa media tempe, pasukan sakit hati, menulis: “Saya lebih percaya Tempe ketimbang buzzer!” - Begitulah. Polanya sama!

Baca Juga: IJTI dan PWI Kecam Oknum Pejabat Kejaksaan Negeri di Sukabumi yang Hardik Wartawan Saat Konferensi Pers

NGO dan wartawan kini berkomplot. bahu membahu dengan NGO negeri imperialis, merusak negeri sendiri. Sinyalemen adanya pabrik senjata biologi, berkembang jadi bola salju - dalam bahasa Jawa “seka kriwikan dadi grojogan” dan berujung serangan pasukan Sekutu. Sampai Irak babak belur, luluh lantak, pabrik senjata biologi tidak ditemukan. Karena memang tidak ada. Hoax.

Selain Menlu AS Collin Powel pada 5 Februari 2003 berbohong terkait invasi AS ke Irak, dengan menyebut ada senjata biologi Irak. Begitu juga kesaksian palsu Nariyah di depan Kongres AS yang menyulut perang Teluk 1990-’91.

Ada pula kampanye hitam Kemenhan AS bahwa kapal perang AS ditembaki Vietnam Utara di tahun 1964, memicu perang Vietnam. Dan yang tak terlupakan Adolf Hitler menyerbu Polandia dan memicu Perang Dunia II dengan rekayasa penembakan pasukan Jerman oleh tentara berseragam Polandia, padahal pelakunya tentara Jerman.

Baca Juga: Seminar Nasional IWO Rekomendasikan Dewan Pers Perkuat Kapasitas Perlindungan Wartawan dan Revisi UU Pers

Hoaks terbukti mampu memicu perang besar, dan kini sedang dicoba diterapkan di Indonesia. ***

Halaman:

Berita Terkait