Supriyanto Martosuwito: NGO dan Wartawan Sebagai Pasukan Perang Modern
- Penulis : Maulana
- Minggu, 05 Januari 2025 08:02 WIB
Oleh Supriyanto Martosuwito*
ORBITINDONESIA.COM - Selain LSM/NGO, jurnalis kini masuk medan perang modern - ikut perang dan menembak. Mereka berduet dengan aktivis yang giat bekerja mengobarkan isu aktual yang kekinian yaitu demokratisasi, transparansi, good governance, hak asasi manusia (HAM) dan korupsi, kolusi dan nepotisme. Tentu saja dengan target spesifik.
Contoh : meski para politisi kawakan dan ketua umum partai menerapkan “politik dinasti” dan mempromosikan keluarga dan kerabatnya, tudingan politik dinasti secara spesifik hanya ditujukan kepada Jokowi dan keluarganya. Tudingan politik dinasti tidak berlaku kepada Megawati, Surya Paloh, Harry Tanoe, Zulfikli Hassan, Amin Rais dan politisi lainnya
Demikian juga tuduhan korupsi, meski tak ada penyidikan, dugaan, sinyalemen pernah terdengar, tetap saja dipaksakan bahwa dalam 10 tahun pemerintah Jokowi banyak melakukan korupsi. Tak ada bau bau dan tandanya langsung melompat pada kesimpulan - Jumping to conclusion!: “Jokowi adalah koruptor klas internasional”.
Kombinasi kerja LSM dan wartawan sebenarnya sudah dipraktikkan cukup lama, khususnya di era reformasi. Bahkan sudah sampai ke pelosok desa. Tapi belakangan makin marak.
Bukan rahasia lagi, para wartawan “Bodrex” mendatangi kantor kelurahan atau sekolah untuk menanyakan “transparansi anggaran” - “sebab ini zaman reformasi” -“ini era keterbukaan”, karena itu “bapak harus terbuka berapa anggaran pembangunan di sini” .
Gertakan itu cukup mempan bagi mereka yang datang dengan wajah sangar, membawa logo LSM atau kartu pers. Lurah dan staf langsung mengkeret, meski yang datang hanya pakai motor butut atau jalan kaki. Target sebenarnya adalah minta amplop. Dan menjadikan korbannya sebagai ATM bulanan atau mingguan.
Silakan buktikan ke kelurahan atau ke sekolahan saat musim penerimaan siswa baru. Yang datang ke sekolah bukan hanya para wali murid, melainkan (oknum) wartawan dan LSM yang minta jatah, dengan menggertak “ini era transparansi - semua harus terbuka” .
Pada level nasional, meski LSM/NGO lebih intelek, orang kuliahan; yang diucapkan sama, lirik lagu yang dinyanyikan sama: “Negara melanggar HAM” - “TNI dan Polisi Melanggar HAM” - “Negara menghambat demokrasi” - ”Presiden menghambat Demokrasi” - “Indeks demokrasi kita menurun” - “Penguasa membredel kebebasan berekspresi” seperti hapalan yang dinyanyikan berulang ulang oleh aktivis demokrasi dan HAM, kaki tangan asing dan imperialis itu.
KASUS yang sedang ramai kini - tudingan mantan presiden kita sebagai finalis koruptor - sebenarnya merupakan praktik kerja “Wartawan Bodrex Klas Global” di mana organisasi NGO mereka menerima pengaduan LSM, awak media, pengacara, dari seantero dunia - yang memiliki data korupsi di negara masing masing, lalu mereka memilih untuk mempublikasikannya - meneriakkannya.