Surat Terbuka untuk Walikota dan Wakil Walikota Cilegon, Banten, Kritik Soal Diskriminasi Agama
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 10 September 2022 16:45 WIB
Karena keberadaan rumah ibadah adalah keniscayaan dalam setiap proses peribadatan bagi setiap pemeluk agama. Menghalangi pendirian rumah ibadah sama artinya dengan menghalangi warga negara untuk beribadah.
Kalau penolakan itu dilakukan oleh warga negara, anggota masyarakat biasa, barangkali bisa disebut sebagai bentuk aspirasi, atau hak untuk berekspresi –
walau ini pun perlu dipertanyakan, karena menghalangi pendirian tempat ibadah dan atau menghalangi orang lain untuk beribadah adalah bentuk perampasan terhadap hak asasi orang lain.
Bagi bapak berdua sebagai Walikota dan Wakil Walikota, penolakan pendirian rumah ibadah, selain melanggar konstitusi, juga melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 334 Ayat (2) poin (g) mengenai asas penyelenggaraan pelayanan publik, yakni persamaan perlakuan/tidak diskriminatif.
Dari data yang kami peroleh, secara demografis terdapat lima agama yang dianut oleh masyarakat Kota Cilegon, yakni Islam sebesar 97%, Protestan 0,84%, Katolik 0,77%, Hindu 0,26%, dan Buddha 0,16%.
Dari kelima agama itu, anehnya, tak ada satu pun rumah ibadah selain untuk pemeluk agama Islam. Jumlah Masjid 381, Musholla 387, sementara Gereja Protestan, Gereja Katolik, Pura, dan Wihara jumlahnya nihil alias zero!
Bapak berdua, atau siapa pun boleh saja berdalih dengan beragam alasan atas keberadaan fakta yang sangat diskriminatif ini,
Baca Juga: Puisi Riyad Abu Salsabila: Manusia Tanpa Topeng
tapi bagi kami, ini membuktikan dengan jelas bahwa toleransi beragama yang setiap saat dipidatokan dengan penuh semangat, dan anti diskriminasi yang selalu menghiasi orasi, semuanya omong kosong belaka.