Ketua Parlemen Lebanon Bahas Pengerahan Militer di Perbatasan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 13 Oktober 2024 12:40 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Ketua Parlemen Lebanon dan pemimpin gerakan Amal, Nabih Berri menegaskan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron, keinginan otoritas Lebanon mencapai gencatan senjata segera dengan Israel.
Kepada Emmanuel Macron, Nabih Berri juga menegaskan keinginan untuk pengerahan tentara angkatan darat Lebanon di wilayah yang dikendalikan Hizbullah di sekitar perbatasan Lebanon-Israel.
Menurut media siar Lebanon LBC, Nabih Berri dan Emmanuel Macron berdiskusi lewat telepon mengenai "situasi saat ini di Lebanon dan upaya politik untuk mengakhiri agresi Israel."
Berri menegaskan kembali posisi resmi yang diambil oleh pemerintah Lebanon, mengenai gencatan senjata segera dan pengerahan tentara Lebanon ke perbatasan yang diakui secara internasional antara kedua negara, sesuai dengan Resolusi PBB 1701.
Politisi itu juga membahas upaya Prancis untuk menyelenggarakan konferensi internasional guna mengatasi krisis kemanusiaan di Lebanon, yang mengakibatkan lebih dari 1,2 juta warga Lebanon mengungsi dari kampung halaman mereka.
Ketua Parlemen Lebanon itu mengungkapkan rasa terima kasih kepada Prancis dan Presiden Macron atas upaya mereka di berbagai level untuk mendukung Lebanon dan rakyatnya selama konflik.
Israel telah melancarkan operasi darat terhadap pasukan Hizbullah di Lebanon selatan sejak 1 Oktober dan terus melakukan pemboman udara terhadap Lebanon.
Serangan tak henti itu telah menewaskan lebih dari 2.000 orang, termasuk para pemimpin Hizbullah, dan lebih dari satu juta orang telah menjadi pengungsi.
Meskipun mengalami kerugian, termasuk kehilangan barisan pimpinan, Hizbullah masih terus melancarkan pertempuran darat dan tidak berhenti menembakkan roket ke wilayah Israel.
Baca Juga: Sebanyak 34 Negara Menuntut Jaminan Keamanan Bagi Personel UNIFIL di Lebanon di Tengah Ketegangan
Sasaran utama operasi militer Israel di Lebanon adalah mengkondisikan agar 60.000 penduduk di wilayah utara dapat kembali ke rumah mereka setelah dievakuasi akibat serangan lintas batas Hizbullah sejak setahun lalu untuk mendukung gerakan Palestina Hamas.***