DECEMBER 9, 2022
Nasional

PDI Perjuangan Sambut Baik Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-undang Pilkada

image
Logo PDI Perjuangan.

ORBITINDONESIA.COM - Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Sitorus menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang gugatan Undang-undang Pilkada.

"Soal putusan MK harus dilihat sebagai kemenangan melawan oligarki partai politik yang hendak membajak demokrasi dan kedaulatan rakyat dengan strategi kotak kosong," kata Deddy dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 20 Agusrus 2024.

Mahkamah Konstitusi memutuskan syarat mengusung bakal calon kepala daerah di Pilkada tidak lagi memakai kursi di DPRD.

Baca Juga: PDI Perjuangan Gelar Soekarno Run Bertema Berlari di Atas Kaki Sendiri, Ribuan Orang Bergembira Ria

Kendati demikian, berdasarkan ambang batas perolehan suara sah partai politik/gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah.

Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen.

"Putusan ini harus dipandang positif sebab memastikan hadirnya lebih dari satu pasang calon. Semakin banyak calon tentu makin banyak pilihan calon pemimpin yang bisa dipertimbangkan oleh rakyat," ujarnya.

Baca Juga: Pilkada Jakarta 2024: Ridwan Kamil-Suswono Hadir Setelah Prabowo Dengar Harapan Warga

Menurutnya, putusan ini kemenangan bagi rakyat dan kekalahan bagi partai politik oligarki yang antidemokrasi.

Dengan putusan MK ini, kata Deddy, politik mahar dalam Pilkada bisa ditekan seminimal mungkin. Hal ini membuat partai politik dipaksa untuk mengusung orang-orang terbaik sebagai calon kepala daerah.

"Putusan ini juga memberi kesempatan bagi partai-partai non-parlemen untuk ikut berpartisipasi dalam pilkada. Dengan demikian tidak ada suara rakyat yang hilang.”

Baca Juga: Pilkada Riau 2024: Dalam Safari Dakwah di Rokan Hilir, Ustaz Abdul Somad Bawa Serta Abdul Wahid

“Bagi partai-partai yang ada di Parlemen tentu ini akan mendorong proses kaderisasi dan rekrutmen calon yang lebih baik," katanya.

Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Lewat putusan ini, MK menyatakan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD bisa mencalonkan kepala daerah.

Baca Juga: Pilkada Jakarta 2024: Tokoh Pemuda Bugis Makassar Zainal Dante Ajak Warga Tidak Golput

Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam Pemilu di daerah yang bersangkutan.

“Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.

Dalam perkara ini, Partai Buruh diwakili Said Iqbal selaku Presiden dan Ferri Nurzali selaku Sekretaris Jenderal.

Sedangkan Partai Gelora diwakili Muhammad Anis Matta selaku Ketua Umum dan Mahfuz Sidik selaku Sekretaris Jenderal.

Pada perkara ini, Partai Buruh dan Partai Gelora mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

“Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menghendaki pemilihan kepala daerah yang demokratis tersebut salah satunya dengan membuka peluang kepada semua partai politik peserta pemilu yang memiliki suara sah dalam pemilu untuk mengajukan bakal calon kepala daerah agar masyarakat dapat memperoleh ketersediaan beragam bakal calon, sehingga dapat meminimalkan munculnya hanya calon tunggal, yang jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.

Karena keberadaan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, maka MK menyatakan harus juga menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap Pasal 40 ayat (1) tersebut.

Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan, pengaturan ambang batas perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon kepala daerah tidak rasional jika syarat pengusulannya lebih besar dari pada pengusulan pasangan calon melalui jalur perseorangan.

“Oleh karena itu, syarat persentase partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon harus pula diselaraskan dengan syarat persentase dukungan calon perseorangan. Sebab, mempertahankan persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1) UU 10/2016 sama artinya dengan memberlakukan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bagi semua partai politik peserta pemilu,” kata Enny.

Dengan demikian, MK memutuskan, Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada harus pula dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang telah dijabarkan di atas. ***

Berita Terkait