Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (8): Mencari Kakek di Hutan Kalimantan
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 12 Mei 2024 07:23 WIB
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - Ketika Jepang menyerah tahun 1945, ratusan pekerja paksa Indonesia di Balikpapan menyelamatkan diri, lari dan sembunyi ke dalam hutan. Dulah salah satunya.
-000-
Sudah pukul 2.00 dini hari.
Di beranda rumah,
lama Bayu terdiam.
Bagaimana wasiat ini harus ia jalankan?
Angin malam bertiup
pelan.
Di daun- daun pohon,
menggelantung misteri masa silam, yang hadir namun tak terjangkau.
Terngiang itu ucapan Ibu,
sebelum menghembus nafas terakhir.
“Tolong ibu, nak.
Ibu tak akan tenang di alam sana,
sebelum kau cari kakekmu.
Cari di hutan Kalimantan.”
Seminggu terakhir,
ibu banyak cerita soal kakek.
Betapa kakek suka rokok cerutu.
Di kamar Ibu,
selalu menggelantung lukisan itu.
Kakek melukisnya, di tahun 1942, sebelum pergi ke Kalimantan.
Usia Ibu saat itu, 6 tahun.
Ibu sangat manja ke kakek.
Itulah pertemuan ibu yang terakhir dengan kakek.
Di tahun 2017, ketika Ibu wafat,
usia Bayu 50 tahun.
Ia tak lagi muda.
Bagaimana ia bisa mencari kakek di hutan Kalimantan.
Itu hutan luasnya minta ampun.
Liar dan buas pula.
Tapi ini wasiat.
Ini permintaan Ibu.
Sudah sebulan Bayu pelajari kisah kakek.
Kakek bernama Dulah.
Ia pekerja paksa, Romusha, di era penjajahan Jepang.
Di tahun 1942, ia bersama lebih dari 80 ribu pemuda Jawa,
dikirim ke Kalimantan.
Sebagian, termasuk kakek ke Balik Papan. (1)
Derita pertama dialami kakek, perjalanan kapal itu,
melintasi laut Jawa ke Kalimantan.
Seminggu berlayar.
Tak cukup makanan di kapal.
Tak cukup minuman.
Banyak yang mati di kapal.
Mayat mereka dibuang ke laut.
Begitu saja.
Seminggu di laut menjadi neraka.
Sampai di Balik Papan, badan kakek sudah kurus kering.
Ia sampai di Balik Papan, Kota Minyak, Juli 1942.
Mereka hanya gunakan celana dan baju dari karung.
Setiap pagi kakek berbaris, bersama yang lain, di lapangan.
Mereka wajib menghadap matahari.
Itu simbol penghormatan pada kaisar Jepang, Tenno Heika.
Selesai upacara, dengan truk,
mereka diangkat menuju kilang minyak.
Semua harus disiplin.
Yang melanggar dipukul tentara Jepang berkali- kali.
Kakek tinggal di barak seadanya.
Tak cukup makan.
Tak cukup minum.
Tapi kerja harus gesit.
Sering kakek dicambuk,
dipopor.
Bersama teman,
kakek pernah melarikan diri.
Tapi tertangkap.
Dan kakek dipukul hampir mati.
1 Juli 1945, Jepang diambang kekalahan.
Tak ada lagi tentara Jepang di kilang minyak.
Para pekerja, termasuk kakek,
melarikan diri.
Saat itu mereka takut ditangkap sekutu, takut dianggap antek Jepang.
Kondisi mereka sudah sakit- sakitan.
Kurus kering.
Tanpa perbekalan, mereka lari,
masuk hutan.
Mereka menuju Samarinda, Paser, Tenggarong.
Banyak yang mati di jalan.
Ada yang diterkam harimau.
Banyak mati digigit malaria.
Banyak pula yang hidup dengan badan kurus seperti tengkorak.
Penduduk yang melihat mereka,
menamai mereka hantu hutan dari Jawa.
Setahun dari peristiwa itu,
di tahun 1946, tulang berserakan ditemukan di hutan- hutan Kalimantan.
Dari kisah di atas,
Bayu terus merenung.
Ia harus mencari kakek dimulai dari mana?
Bayu meyakini, pasti kakek sudah mati.
Tapi dimana kuburannya?
Jika kakek mati di hutan,
bagaimana pula mencari tulangnya?
Akhirnya Bayu pergi ke hutan di Balik Papan.
Luasnya lebih 10 ribu hektar.
Bayu hanya masuk hutan sedikit saja.
Ia bawa pulang beberapa anggrek yang tumbuh di sana.
Juga beberapa jenis jamur.
Tumbuhan itu ia tanam,
di halaman rumahnya, di Jakarta.
Sore hari, ia ajak istri dan anaknya, berdoa bersama,
di hadapan tumbuhan dari hutan kalimantan.
Doa untuk ibu.
Doa untuk kakek.
Dalam hening, ia bisikan kata.
“Ibu, tumbuhan ini simbol tubuh kakek, dari hutan Kalimantan.
Wasiatmu sudah kujalankan.
Hanya ini yang kubisa.”
“Terima kasih ibu,
atas cintamu pada kakek.
Terima kasih kakek,
atas jasamu untuk negeri.”
Dari bunga anggrek itu,
bayu seolah melihat asap.
Diciumnya, itu aroma rokok cerutu.
Rokok kesukaan kakek.
Bayu berseru:
“Kakek, apakah ikhtiarku
sampai padamu?” ***
Jakarta, 11 Mei 2024
CATATAN
(1) Kisah tragedi pekerja paksa Indonesia (Romusha) di Balik Papan, bisa dibaca, antara loin di
https://kaltimkece.id/historia/peristiwa/zaman-jepang-di-balikpapan-neraka-bagi-buruh-paksa