Swary Utami Dewi: Catatan Politik Kebinekaan untuk Bang Trisno S. Sutanto.
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 31 Maret 2024 16:26 WIB
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan dan Demokrasi disertai Musyawarah hanya akan berarti jika ada keadilan dan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia -- hal yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi negara. Ah, Abang. Bisa jadi, pemikiran Buya Syafii Maarif juga terpatri kuat di hati dan pikiranmu.
Selama beberapa tahun terakhir, aku lebih sering berjumpa dengan Bang Trisno di acara-acara Satupena, Esoterika dan sejenisnya. Beliau seniorku di Satupena, yang jika aku memberikan komen di grup WA, sering ditanggapi dengan respons lucu yang membuatku nyengir.
Aku ingat dua pertemuan terakhir dengannya. Pertama adalah pada diskusi kebangsaan tentang Masa Depan Indonesia, yang digelar di Universitas Paramadina, 4 Maret 2024. Aku yang menggagas acara ini, dengan didukung oleh Prof. Didik J. Rachbini, mengundang puluhan tokoh pemikir.
Baca Juga: Natal dan Tahun Baru, Mukhlis Basri PDIP: Semoga Umat Kristen Suka Cita dalam Kebhinekaan
Salah satu yang masuk dalam list-ku tentu saja Trisno S. Sutanto. Aku japri dan ia menanyakan siapa saja yang hadir. "Ah malas, yang itu-itu lagi," ujarnya bercanda. Nyatanya, ia hadir dan ikut hingga acara hampir berakhir.
Kedua, pada acara buka bersama komunitas Satupena dan Puisi Esai, 15 Maret 2024. Lagi-lagi, Bang Trisno selalu masuk list undangan. Ia hadir dan tampak sumringah, bahkan sempat ngobrol dan berfoto berdua denganku.
"Wah, senang masih ada acara-acara begini," ujarnya yang dikanjutkan dengan tawa khasnya yang lepas dan ngakak. Aku jawab setuju. Siap, Bang ...
Jelang tengah malam, Sabtu, 30 Maret 2024, Bang Trisno dipanggil Yang Kuasa, pada usia 61 tahun. Aku terkejut dan berduka. Bang Trisno wafat di bulan Ramadhan, menjelang Hari Paskah.
Ia wafat di bulan baik bagi muslim dan di hari-hari suci bagi umat kristiani. Tuhan bisa jadi memilih memanggilnya pada hari-hari pluralisme ini. Persis seperti jalan pengabdian yang Bang Trisno pilih dalam hidupnya.
Pagi ini aku kembali menangis saat membaca japrian bang Yudi Latif, yang khusus membuatkan puisi untuk sahabatnya, Trisno S. Sutanto.
Baca Juga: Satrio Arismunandar: Konsep Kanon Sastra di AS Dikritik Karena Kurangnya Keragaman dan Inklusivitas
Pulang (1)
Yudi Latif