Menjelang Pemilu, India Terapkan UU Amendemen Kewarganegaraan yang Kontroversial
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 12 Maret 2024 12:00 WIB
ORBITINDONESIA.COM - India, menjelang pemilihan umum, pada Senin, 11 Maret 2024 mengumumkan penerapan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan kontroversial yang disahkan pada 2019.
Kementerian Dalam Negeri India “akan memberitahukan hari ini, Peraturan di bawah Undang-Undang Kewarganegaraan (Amendemen) 2019 (CAA-2019),” tulis juru bicara kementerian di X.
“Peraturan ini, yang disebut Peraturan Kewarganegaraan (Amendemen) 2024 akan memungkinkan orang yang memenuhi syarat berdasarkan CAA-2019 untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan India.”
Dia menambahkan bahwa “permohonan akan diajukan sepenuhnya daring mode daring yang portalnya telah disediakan.”
CAA adalah bagian integral dari manifesto pemilu 2019 yang diusung Partai Bharatiya Janata (BJP), partai sayap kanan Hindu.
"Ini akan membuka jalan bagi mereka yang teraniaya untuk mendapatkan kewarganegaraan di India,” kata lembaga penyiaran publik Doordarshan pada Senin, 11 Maret 2024 malam.
Baca Juga: Aismoli: Selain China dan India, Indonesia Sangat Berpotensi Jadi Pusat Industri Motor Listrik Dunia
Undang-undang yang diubah tersebut memberikan kewarganegaraan kepada umat Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsi, atau Kristen dari Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh, namun tidak bagi umat Islam.
Ketika UU tersebut disahkan pada 2019, India dilanda aksi protes yang meluas di banyak negara bagian. Setelah terjadi protes di seluruh negeri, masalah ini sampai ke Mahkamah Agung negara itu.
Meski mahkamah tidak menghentikan penerapan UU yang diamendemen, petisi yang menentang undang-undang tersebut masih menunggu keputusan di Mahkamah Agung, kata pengacara konstitusi terkenal M R Shamshad kepada Anadolu.
Baca Juga: Menteri Sandiaga Uno Jajaki Kerja sama Sektor Wisata dengan Perusahaan India
Namun, pemimpin oposisi dan ketua menteri di Negara Bagian Benggala Barat, Mamata Banerjee, mengaitkan penerapan CAA dengan "publisitas pemilu" dari partai berkuasa.