Abdillah Toha: Industri Agama
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 29 Agustus 2022 11:24 WIB
Islam tentu saja, sesuai hadis Nabi SAW, tidak melarang seseorang mengambil upah, umpamanya, dengan mengajarkan Al-Quran, menjadi penceramah, atau lainnya karena dai pun harus punya nafkah untuk hidup.
Tetapi ketika dakwah yang seharusnya mendahulukan tujuan ke-ilahi-an berubah total menjadi lebih pada kepentingan bisnis, maka tak terhindarkan kemungkinan menyerempet dosa dan maksiat.
Lebih berbahaya lagi bila kegiatan dakwah bercampur dengan tujuan-tujuan meraih kekuasaan dan politik praktis seperti yang telah kita saksikan akhir-akhir ini dan yang dampaknya masih terasa sampai sekarang.
Agama kemudian menjadi alat pembenaran bagi perebutan kekuasaan dan ujungnya membelah umat beragama menjadi kelompok-kelompok yang berseteru berdasarkan kepentingan politik masing-masing.
Baca Juga: Jadwal Liga 1: Dewa United Melawan PSIS Semarang Disiarkan Indosiar dan Vidio Senin Sore
Ketika para ustad masuk ke wilayah perebutan kekuasaan, maka di satu sisi dia akan menunggangi atau sebaliknya ditunggangi oleh kelompok politik yang dianggap sejalan dengan aspirasinya atau yang diperhitungkan akan memenangkan kontestasi politik.
Di sisi lain para ustad ini kemudian akan "menggunakan" ayat-ayat suci tertentu sebagai pembenaran dan menafsirkannya sesuai kebutuhan tanpa mempelajari konteks ketika ayat diturunkan kepada Rasulullah SAW.
Hal lain yang sangat memprihatinkan adalah yang berikut.
Ketika dunia berubah dengan cepat dan negeri lain berlomba memproduksi ribuan lulusan dan ahli dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang bertujuan memajukan kehidupan warganya, kita berlomba memproduksi ustad yang perhatiannya terbatas pada soal halal dan haram, kafir dan beriman, serta menawarkan sorga dan mengancam masuk neraka pada kehidupan di akhirat nanti.
Baca Juga: Hasil Liga Italia: AC Milan Bungkam Bologna 2 - 0 di San Siro