DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Pejuang Chechnya Terpecah: Ada yang Dukung Rusia, yang Lainnya Dukung Ukraina

image
Tentara khusus Chechnya di Mariupol

ORBITINDONESIA – Pejuang-pejuang asal Chechnya, republik yang pernah dilanda perang di Rusia selatan, berpartisipasi di kedua sisi konflik dalam perang Rusia vs Ukraina. Ada yang mendukung Rusia, dan ada juga yang mendukung Ukraina.

Relawan Chechnya pro-Ukraina adalah mereka yang setia kepada Dzhokhar Dudayev, mendiang pemimpin Chechnya yang memimpin upaya republik Chechnya untuk merdeka dari Rusia.

Kubu ini membentuk "Batalyon Dudayev" dan merupakan musuh bebuyutan pasukan Chechnya yang mendukung Presiden Rusia Vladimir Putin.

Baca Juga: Ikatan Alumni FEB Manajemen Universitas Trisakti Teken Kerja Sama dengan Monroe Consulting dan Wiranesia

Kubu pro-Putin ini bergabung dengan militer Rusia, dalam pengepungan selama berbulan-bulan di pelabuhan utama Ukraina di Mariupol dan titik konflik lainnya di Ukraina timur dan selatan.

Satu kelompok pendatang baru Chechnya, banyak di antaranya tinggal di Eropa Barat, kini sedang dilatih di lapangan tembak darurat di luar Kyiv, sebelum diberangkatkan menuju ke front timur.

Pada sesi pelatihan hari Sabtu, anggota baru yang semuanya pria Muslim berteriak “Allahu akbar!” (“Allah Maha Besar!”). Mereka mengangkat senapan di udara, sebelum diberikan kartu identitas militer yang dibagikan kepada sukarelawan.

Pejabat Ukraina mengatakan, batalion Chechnya saat ini berjumlah beberapa ratus orang. Mereka bertempur bersama militer Ukraina, tetapi tidak secara formal di bawah komando nasional.

Baca Juga: Dari Akun Facebook Kang H Idea: Sopan Santun

Para instruktur mengajarkan dasar-dasar pertempuran kepada anggota batalion baru, termasuk cara menggunakan senjata, mengambil posisi menembak, dan cara bekerja di tim.

Para pelatih ini termasuk veteran perang di Chechnya yang berakhir pada 2009. Beberapa dari mereka bergabung di Ukraina setelah pertempuran melawan separatis yang didukung Rusia dimulai di Ukraina pada 2014.

Tor, seorang sukarelawan yang hanya bersedia diidentifikasi dengan nama panggilan medan perangnya, mengatakan bahwa dia tidak melihat perbedaan antara kedua konflik tersebut.

“Orang-orang harus mengerti bahwa kita tidak punya pilihan,” katanya dalam bahasa Inggris dan dengan wajah tertutup.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Mata Dibalas Mata, Parang Dibalas Parang

“Jika mereka (pasukan Rusia) memenangkan perang ini, mereka akan terus berlanjut. Mereka tidak pernah berhenti. Aku tidak tahu. Negara-negara Baltik akan menjadi sasaran yang berikutnya, atau Georgia atau Kazakhstan. Putin secara terbuka, tentu saja, mengatakan dia ingin membangun kembali kekaisaran Soviet.”

Rusia melancarkan dua perang untuk mencegah Chechnya, provinsi yang sebagian besar warganya Muslim, memperoleh kemerdekaan setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1991. Konflik pertama meletus pada 1994.

Perang Chechnya kedua dimulai pada 1999 dan memuncak dalam pengepungan oleh pasukan Rusia di Grozny, ibu kota Chechnya, yang dihancurkan oleh pemboman berat Rusia.

Setelah bertahun-tahun berjuang melawan pemberontakan, para pejabat Rusia menyatakan konflik di Chechnya berakhir pada 2017.

Baca Juga: Ciri-ciri Ilmu yang Bermanfaat dan Tidak Bermanfaat

Muslim Madiev, seorang pejuang veteran konflik Chechnya, mengidentifikasi dirinya sebagai penasihat batalion sukarelawan di Ukraina.

Dia bergabung dengan tentara hari Sabtu lalu dalam latihan menembak, membidik botol plastik yang digantungkan pada tongkat. Selongsong peluru terbang dari senapan otomatisnya ke lapangan yang sudah dipenuhi peluru, magasin, dan lembaran target kardus.

“Kita akan memenangkan perang ini. Seluruh dunia sudah membela kita,” katanya, berbicara dalam bahasa Rusia.

“Kami adalah satu-satunya yang berjuang untuk diri kami sendiri (di Chechnya). Tidak ada yang berdiri bersama kami. Tapi sekarang seluruh dunia berada di belakang Ukraina. Kita harus menang, kita harus menang,” katanya.***

 

 

Berita Terkait