Ulama Perempuan Indonesia Iffatul Umniati Ismail Raih Doktor Ushul Fikih di Universitas Al Azhar Kairo
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 27 Februari 2024 08:45 WIB
“Promovendus telah menulis sebuah disertasi berkualitas tinggi yang menerapkan ilmu-ilmu klasik Al-Azhar dalam konteks kemodernan; terkait bagaimana seharusnya kita menyikapi isu-isu kontemporer. Dan ini adalah disertasi yang harus dibaca secara luas!” ungkap Mahmoud.
Untuk itu, ia menyarankan agar disertasi ini dibuatkan versi lain yang “lebih ringan” agar dapat dinikmati oleh masyarakat awam.
Sementara itu, Prof. Mostafa Farag Fayyadh merekomendasikan agar disertasi ini diberi catatan penting yang menjelaskan pengertian setiap terma klasik dan modern yang ada di dalamnya. Karena ada pembaca dari kalangan yang awam, ada juga pembaca yang menguasai istilah-istilah klasik tetapi tidak terbiasa dengan idiom-idiom kemodernan.
Dalam paparan disertasi, promovendus yang pernah menjadi pengurus PP Fatayat NU dan LKK PBNU selama dua periode ini menyatakan, sangatlah urgen pada masa kini untuk mengarusutamakan ijtihad kolektif, dengan catatan setiap anggota lembaga ijtihad kolektif tersebut seharusnya mempunyai kualifikasi-kualifikasi yang memadai untuk melakukan kajian hukum Islam langsung dari sumbernya.
Hal ini agar bisa menjawab permasalahan-permasalahan kekinian. Anggota lembaga ijtihad kolektif ini tidak cukup dengan kapasitas representatifnya saja; misalnya karena mewakili satu segmen masyarakat atau organisasi tertentu.
Tiga Kecenderungan Besar
Baca Juga: BREAKING NEWS: MUI Keluarkan Fatwa Haram Dukung Agresi Israel ke Palestina dan Dukung Boikot
Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBMI) PBNU dan dosen UIN Syarief Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, lembaga-lembaga fatwa dan ijtihad kolektif sekarang ini mempunyai tiga kecenderungan besar.
Pertama adalah lembaga fatwa yang konsisten berpegang kepada salah satu madzhab yang mu’tabarah (absah), seperti Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama dan Dar al-Ifta’ Yordania. Dilihat dari tahun berdirinya, LBMNU bisa dikatakan sebagai lembaga fatwa dan ijtihad kolektif yang berdiri pertama di dunia.
Kedua, lembaga fatwa dan ijtihad kolektif yang tidak berpegang kepada salah satu madzhab, bahkan mengklaim langsung mengambil hukum Islam dari sumbernya: Al-Qur’an, Hadits dan Ulama Salaf. Di antara model kedua ini adalah Al-Lajnah al-Da’imah lil-Buhuts al-‘Ilmiyah wa al-Ifta’, Saudi Arabia dan Majlis Tarjih Muhammadiyah di Indonesia.
Ada juga model ketiga yang menggabungkan antara keduanya, seperti Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Dar al-Ifta’ al-Mishriyah di Mesir, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) .