Slamet Hendro Kusumo: Owah Gingsir, Mendem Politik
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 17 Januari 2024 17:10 WIB
Sehingga sering memunculkan tragedi dan menyedihkan juga terciptanya jiwa-jiwa yang sakit. Semua itu dibalut oleh ketidakpuasan, ambisi menjadi tuhannya.
Yang menyedihkan semua tindakan tersebut dibalut oleh kebaruan, logika, etik, moral dengan narasi-narasi luhur yang penuh kebohongan.
Intinya demokrasi tidak saja milik elit politik, akan tetapi juga milik setiap individu, dibingkai oleh kesetaraan yang dilindungi oleh undang-undang negara bangsa.
Kekacauan ini disebut jaman kegelapan, dalam masyarakat Jawa, zaman ini adalah jaman kaliyuga, juga disebut cakra manggilingan, diibaratkan sebuah roda yang selalu berputar dan berubah yaitu owah gingsir.
Jagad manungsa dengan segala perilakunya merupakan ritus kala, waktu yang berputar dengan semua perubahan apakah menjadi kebaikan, atau justru kejahatan yang silih berganti memimpin jagad.
Manusia telah kehilangan kemanusiaannya, berubah menjadi Bathara Kala, Bathara adalah Dewa dan Kala adalah waktu. Ditandakan bahwa Dewa dengan serakah memakan matahari, karena ingin menghancurkan semesta alam.
Itulah gambaran tentang dampak dunia owah gingsir, banyak memunculkan aktor-aktor yang bersemayam di wilayah abu-abu, tidak jelas sikapnya dan amat merugikan keberlangsungan kehidupan manusia.
Tanda ini juga memunculkan bahwa demokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Tentang Karya: Ide karya visual (dua dimensi) dibuat atas fenomena yang terjadi di dalam jagad perpolitikan, berkecenderungan menisbikan nilai-nilai luhur lama.
Yaitu terkait dengan perilaku manusia yang mendem politik di dalam dunia kontemporer, sebuah kondisi yang selalu berubah (owah gingsir).