Kazuo Ishiguro, Alkemis Sastra yang Memadukan Esensi Budaya Timur dan Barat
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Senin, 15 Januari 2024 11:15 WIB
Kazuo Ishiguro, lahir di Nagasaki, Jepang pada tahun 1954, adalah seorang alkemis sastra yang memadukan esensi budaya Timur dan Barat untuk menciptakan kisah-kisah indah yang menghantui.
Pada usia lima tahun, keluarga Kazuo Ishiguro berimigrasi ke Inggris, meninggalkan kenangan yang memudar tentang Jepang tradisional dan membenamkannya dalam kompleksitas negeri asing.
Pengalaman awal Kazuo Ishiguro mengarungi dua dunia ini menjadi lahan subur bagi suara sastranya yang unik.
Karya awalnya, A Pale View of Hills dan An Artist of the Floating World, mengeksplorasi tema kenangan, kehilangan, dan perpindahan budaya melalui sudut pandang karakter Jepang yang bergulat dengan dampak Perang Dunia II.
Novel-novel ini mendapat pujian kritis dan menjadikan Ishiguro sebagai pendongeng berbakat dengan kecenderungan untuk mengeksplorasi emosi manusia yang tersembunyi.
Dengan The Remains of the Day, Ishiguro berkelana ke dunia aristokrasi Inggris, menyusun narasi tajam tentang seorang kepala pelayan yang terjebak antara tugas dan keinginan yang tidak terpenuhi.
Novel ini memenangkan Booker Prize yang didambakan pada tahun 1989, mendorongnya menjadi bintang sastra internasional.
Karya-karya Ishiguro selanjutnya terus menentang kategorisasi, melintasi genre dan garis waktu. Dia terjun ke dalam fiksi ilmiah distopia dengan Never Let Me Go, sebuah kisah menyayat hati tentang klon yang bergulat dengan kematian dan makna keberadaan.
Dia kemudian menjelajah ke dalam fiksi sejarah dengan The Buried Giant, sebuah eksplorasi kenangan dan rasa bersalah yang menghantui dengan latar Inggris pasca-Arthurian.
Keserbagunaannya terus memukau dengan Nocturnes: Five Stories of Music dan Nightfall, kumpulan cerita pendek yang saling berhubungan yang mengeksplorasi tema kehilangan dan kerinduan melalui lensa musik.
Novel terbarunya, Klara and the Sun, menyelidiki kecerdasan buatan dan sifat kesadaran melalui sudut pandang android K1 yang berusaha memahami cinta manusia.
Sepanjang karirnya, Ishiguro telah dipuji karena prosa lirisnya, penggambaran karakternya yang bernuansa, dan kemampuannya untuk memanfaatkan pengalaman universal tanpa memandang latar belakang budaya.
Ia telah menerima berbagai penghargaan, termasuk Hadiah Nobel Sastra pada tahun 2017, yang memperkuat posisinya sebagai salah satu penulis paling terkenal yang masih hidup di zaman kita.
Di luar pencapaian sastranya, Ishiguro tetap menjadi sosok yang rendah hati dan mawas diri.
Ia terus menjembatani kesenjangan antara Timur dan Barat, bukan melalui pernyataan-pernyataan besar namun melalui kisah-kisahnya yang halus dan mengharukan yang dapat diterima oleh pembaca di seluruh dunia.
Suaranya, yang lahir dari persimpangan budaya, mengingatkan kita akan kemanusiaan kita bersama dan kekuatan bercerita yang abadi.
(Dikutip dari medsos, anonim) ***