DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Diskusi Satupena, Fachry Ali: Jokowi Berkuasa Ketika Pengaruh Kharismatik Sukarno Kian Berkurang di Kalangan Generasi Muda

image
Fachry Ali, ilmuwan dan pengamat politik.

ORBITINDONESIA.COM – Jokowi muncul menjadi Presiden RI ketika pengaruh kharismatik Presiden Sukarno di kalangan generasi muda kian lama kian berkurang. Hal itu dinyatakan oleh ilmuwan dan pengamat politik Fachry Ali.

Fachry Ali adalah pembicara dalam diskusi tentang demokrasi dan dinasti politik. Diskusi itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 16 November 2023. 

Diskusi yang menghadirkan Fachry Ali itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Webinar itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Amelia Fitriani.

Baca Juga: Kunto Aji Kolaborasi dengan Antonio Reinhard dalam Album Terbaru, Hadirkan Karya Lukis Spesial untuk Palestina di JICAF 2023

Fachry menjelaskan, bicara tentang politik dinasti, ada struktur kejadian (structure of events) yang mendorong Presiden Jokowi bisa mengkonsentrasikan kekuasaan. Secara hipotesis, ini karena pengaruh kharismatik Presiden Sukarno kian lama kian surut.

“Ingatan tentang Presiden Sukarno di kalangan generasi muda menjadi lebih abstrak dibandingkan generasi-generasi sebelumnya,” ujar Fachry.

Hal ini mendorong partai nasionalis, yaitu PDI Perjuangan, untuk mencari tokoh lain. Dalam beberapa hal, Megawati mewakili kharisma Sukarno. Tetapi kian lama, itu kian tak bisa dipertahankan. Jadi perlu dicari tokoh baru. Dalam situasi semacam inilah, Jokowi tampil ke depan.

Kedua, masih bagian dari struktur kejadian, secara kebetulan yang bertarung dengan Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2014 dan 2019 adalah Prabowo Subianto.

Baca Juga: Takluk Dari Maroko di Piala Dunia U17 2023, Timnas Indonesia Berharap Lolos Jalur Peringkat Tiga Terbaik

“Kemunculan Prabowo itu dibayang-bayangi oleh kegagalan kaum elite untuk secara konsisten memegang kekuasaan yang telah diberikan oleh rakyat,” ungkap Fachry. “Siapa elite itu? Dia adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).”

SBY ini adalah elite terakhir yang menjadi presiden RI. Sejak 1965 hingga 1997, lalu munculnya BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati, semuanya adalah dari kalangan elite.

Fachry menuturkan, SBY dipilih oleh rakyat sebagai sebuah kelanjutan dari fantasi publik bahwa yang harus jadi Presiden adalah yang tampilannya “mriyayi,” tingkah lakunya, cakapnya, postur tubuhnya elok, enak dipandang, dan sebagainya.

Maka kemudian SBY bisa mempertahankan posisinya hingga dua periode. Persoalannya adalah di ujungnya, rakyat melihat banyak elite korup yang ditangkap KPK. “Dalam situasi semacam ini maka tingkat kepercayaan rakyat pada elite terhenti,” kata Fachry.

Baca Juga: Pemuda NTB Deklarasikan Relawan Batur Mahfud untuk Memenangkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024

Prabowo pada pilpres 2014 itu dipandang masih mewakili elite. Fachry menjelaskan, dalam konteks inilah, kemunculan Jokowi dianggap merupakan sebuah alternatif. Jokowi itu adalah pemimpin pasca-elite (post-elite leader).

“Jadi Jokowi yang muncul pada pilpres 2014 dan 2019 itu dianggap sebagai eksperimen politik rakyat, berhadapan dengan kekuatan elite. Jadi Jokowi adalah representasi rakyat,” tegas Fachry.

“Selain itu, ada keinginan dari kaum intelektual, para aktivis kota, yang menolak kehadiran militer dan Orde Baru lagi. Mereka menjadi penyokong utama kemunculan Jokowi,” lanjutnya. ***

Berita Terkait