Oleh: Ust. Ahmad Sarwat
ORBITINDONESIA - Istilah khilafah yang ramai diributkan itu sebenarnya rada blunder, tergantung siapa yang menggunakannya.
Yang pasti selama 23 tahun masa kenabian, tidak ada sekalipun istilah khilafah digunakan. Sebutlah ketika Nabi SAW berkirim surat kepada para raja dunia, tidak sekali pun Beliau SAW menyebut-nyebut istilah khilafah di dalam teks suratnya.
Ini contoh naskah surat yang dikirim ke Kaisar Heraklius di pusat Kerjaan Romawi:
Baca Juga: ACT, Tempo dan Kita
Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad utusan Allah kepada Heraklius Kaisar Romawi. Semoga keselamatan dilimpahkan kepada yang mengikuti petunjuk.
Amma ba’du, Aku mengajak Anda untuk memeluk Islam, bila Anda masuk Islam maka dijamin Anda pasti selamat. Bahkan Allah akan menganugerahi Anda dua kali. Namun bila Andak kurang berkenan, maka ada beban dosa kaum Aristiyyin.
Aneh sekali kalau seorang kepala negara berkirim surat kepada sesama kepala negara, tapi tidak menyebutkan dirinya sebagai kepala dari negaranya sendiri.
Di surat itu jelas sekali Nabi SAW menyebut dirinya sebagai utusan Allah, bukan sebagai kepala atau raja dari suatu negara. Sedangkan kepada siapa surat itu ditujukan, jelas sekali disebut kepada Kaisar lengkap dengan jabatannya sebagai penguasa negeri Romawi.
Baca Juga: Podcast Deddy Corbuzier Heboh Lagi, Kali Ini Pelecehan Seksual yang Dialami oleh Mantan Siswi SPI
Jangankan memperkenalkan diri sebagai kepada negara dari sebuah khilafah, bahkan Nabi SAW tidak menyebut diri beliau sebagai kepala negara manapun.
Ternyata semua surat yang Beliau SAW kirim ke berbagai kepala negara di masa itu sama saja, sama sekali tidak memperkenalkan diri sebagai kepada dari suatu negara, apalagi khilafah.
Berikut ini adalah nama dari para raja yang dikirimi surat, saya nyontek dari karya Safiyyurrahman Al-Mubarakfuri dari kitab : Ar-Rahiq Al-Makhtum.
1. Kaisar Heraklius di Romawi
2. Raja Muqauqis di Mesir
3. Kisra di Persia
4. Najasyi di Habasyah
5. Al-Mundzir bin Sawi, Penguasa Bahrain
6. Haudzah bin Ali, Penguasa Yamamah
7. A-Haris bin Abi Syamr Penguasa Damaskus
8. Jayfar, Raja Oman
Baca Juga: Kumpulan Link Twibbon Idul Adha yang Bisa Dipasang di Media Sosial
Jadi kalau hari ini ada orang sering mengira bahwa khilafah itu ada di masa kenabian, justru di masa kenabian sendiri khilafah belum pernah disebut-sebut.
Kalau pun mau kita sebut istilah khilafah, maka paling jauh hanya kembali ke zaman para shahabat, dimana ada Abu Bakar yang berperan sebagai 'pengganti' fungsi kepemimpinan Rasulullah SAW.
Pengganti itulah makna dari kata khalifah. Sebutan lengkapnya adalah khalifatu rasulillah alias pengganti (plt) dari Nabi Muhammad SAW. Bukan dari sisi wahyu dan risalah tapi dari sisi managemen kepemimpinan.
Masa itu berlangsung hanya sekitar 30-an tahun saja. Masa Abu Bakar hanya 2 tahun, masa Umar 10 tahun, masa Utsman 12 tahun dan masa Ali 5 tahun. Jadi totalnya 2+10+12+5= 29 tahun. Tidak sampai 30 tahun, lalu bubar.
Baca Juga: Kurban dan Cinta (Refleksi Hari Raya Idul Qurban)
Kemudian muncul lagi banyak khilafah yang menghiasi lembar sejarah Islam sepanjang 14 tahun dengan bermacam-macam model. Namun meski modelnya bermacam-macam, ada kesamaan yang nyaris tidak pernah berbeda, antara lain :
1. Tidak Ada Pemisahan Kekuasaan
Siapa pun yang menjadi khalifah, maka dia punya kekuasan yang sifatnya mutlak dan absolut. Seorang khalifah tidak pernah harus bertanggung-jawab kepada siapa pun, tidak kepada wakil rakyat, juga tidak kepada rakyat.
Dia adalah eksekutif, sekaligus juga dia juga yang jadi judikatif, plus juga dia juga yang jadi legislatif. Sungguh kekuasaan yang tidak terbatas.
Dalam kenyataannya, dia yang jadi penguasa, dia juga yang jadi hakim, dia yang jadi polisi, dia yang jadi komandan perang dan semua dirangkap jadi satu.
Baca Juga: Gawat, Polisi Saudi Arabia Razia Jemaah Haji Ilegal di Hari Wukuf di Arafah
Pertanyaannya : Kalau hari ini kita mau mendirikan khilafah, apakah kekuasaan sang khalifah akan mutlak, absolut dan tak terbatas kayak gitu? Silahkan dijawab.
2. Tidak Dipilih Tapi Berdasarkan Warisan
Kekuasaan yang sedemikian mutlak dan absolut itu tidak didapat lewat musyawarah apalagi pemilihan, melainkan lewat jalur warisan.
Khalifah sebelumnya punya hak paten untuk menunjuk siapa yang mau dia jadikan khalifah berikutnya. Seringkali anaknya, kadang adiknya, atau keponakan bahkan bisa juga istrinya sendiri.
Pertanyaannya : Kalau hari ini kita mau mendirikan khilafah, apakah sang khalifah ditunjuk berdasarkan warisan dari khalifah sebelumnya? Atau dipilih? Dipilih oleh siapa? Dan mereka yang memilih itu siapa? Bagaimana sampai mereka bisa jadi tim yang memilih sang khalifah?
Silahkan dijawab.
Baca Juga: Ketahui Cara Dan Niat Lengkap Memotong Hewan Kurban, Sapi atau Kambing
3. Tidak Ada Masa Jabatan
Sepanjang sejarah para khalifah 14 abad, tidak pernah ada ketentuan berapa lama masa kekuasaan seorang khalifah. Intinya, siapa pun yang jadi khalifah, maka dipastikan tidak akan pernah melepaskan jabatannya sampai kapan pun.
Karena jabatan khalifah itu jabatan seumur hidup sampai mati. Kalau ada pengecualian, satu dua saja kisah unik. Misalnya Sultan Murad ayahnya Sultan Muhammad Al-Fatih, pernah mengundurkan diri lalu menunjuk puteranya yang masih kanak-kanak bau kencur menjadi khalifah.
Akhirnya dia balik lagi menjadi khalifah, gara-gara istana penuh keributan yang sulit didamaikan, kecuali bila Murad kembali menengahi.
Pertanyaannya : Kalau hari ini kita mau mendirikan khilafah, adakah masa jabatan tertentu buat sang khalifah, ataukah dia akan berkuasa selamanya dan sebosennya? Silahkan dijawab.
Baca Juga: Ada Benda Putih Bergerak ke Sana-sini di Tengah Pemakaman Baqi di Saudi Arabia pada Malam Hari
4. Tanpa Undang-undang
Zaman kekuasan para khalifah sepanjang 14 abad, berbagai khilafah itu dijalankan berdasarkan kebijakan subjektik para khalifahnya.
Di zaman seperti itu belum lagi dikenal istilah konstitusi, atau undang-undang atau apa lah istilahnya.
Kalau pun undang-undang dibuat, 100% buatan sang khalifah tanpa harus menunggu pengesahan dari lembaga tinggi seperti legislatif di zaman kita. Makanya dia yang bikin undang-undang, dia juga yang melanggar, bahkan dia juga yang menghapusnya.
Tidak ada rumus kok sampai khalifah dianggap melanggar hukum. Sebab dia sendiri yang bikin hukum. Kalau ternyata tindakannya melanggar hukum, bukan dia dihukum, tapi hukumnya yang dihapus.
Baca Juga: Natalie Holscher Gugat Cerai Komedian Sule, Sidang Perdana Digelar 20 Juli Mendatang
Makanya wajar kalau diistilahkan di zaman sekarang sebagai : SULTAN. Sultan mah bebas.
Pertanyaannya : Kalau hari ini kita mau mendirikan khilafah, bikin undang-undang atau nggak? Kalau bikin, yang bikin siapa? Khalifah sendirian saja atau ngajak orang lain? Kalau ngajak orang lain, orang lain itu siapa? saudaranya sendiri?
Silahkan dijawab.
5. Penasehat Khalifah
Jadi yang menetapkan hukum itu langsung sang khalifah. Boleh dibilang konstitusi itu adalah bagaimana maunya sang khalifah. Khalifah itu sendiri yang jadi hukum.
Baca Juga: Gadis Berdarah Mesir di Kaki Gunung Capunagara Subang Ini Ingin Jadi TNI
Memang ada tim yang sering disebut sebagai ahlu-halli wal aqdi. Namun dalam kenyataannya, mereka bukan lembaga yang berkuasa di atas kekuasaan sang khalifah. Mereka sekedar tim penasehat yang kapan waktu bisa diangkat dan kapan waktu bisa dipecat.
Ahlul Halli wal Aqdi sendiri adalah orang-orang yang dianggap pintar dalam banyak hal, entah masalah agama, ekonomi, pertanian dan lainnya, namun kedudukan mereka diangkat oleh sang khalifah.
Nasehat dan masukan mereka bisa saja didengar oleh khalifah, kalau dirasa baik dan menguntungkan. Tapi kalau khalifah tidak suka, dia berhak bersikap masa bodo dan cuek. Tidak ada kewajiban bagi khalifah untuk mentaati majelis itu. Yang ada malah dipecat kalau macam-macam.
So, tawaran-tawaran khalifah yang banyak dijajakan hari ini, sayangnya tidak pernah dikupas secara ilmiyah. Saya sering lempar pertanyaan di atas kepada teman-teman saya sendiri yang banyak mengangkat tema khilafah.
Baca Juga: Hampir 90 Persen Warga Amerika Tidak Bahagia Dengan Arah Negaranya
Sayangnya teman-teman sesama ustadz pun banyak yang bingung juga. Intinya saya tidak pernah mendapatkan jawaban yang meyakinkan tentang kayak apa sistem khilafah yang dimaksud.
Jadi intinya cuma ribut-ribut doang, giliran dibedah, pada angkat tangan dan geleng kepala. Nggak pada paham juga sih sebenarnya.
Pernah beberapa kali saya didatangi jamaah pengajian yang rada cenderung mengajak kepada penegakan khilafah, tapi begitu saya tanyakan lima pertanyaan saya di atas, tiba-tiba semua diam, bisu, tak bersuara, hening, sunyi, senyap dan tak berkutik dan tidak ada kepastian jawaban.
Ada satu yang menjawab, tapi jawabannya rada ngawur dan seenaknya. Dengan gelagapan dia bilang begini : "Itu masalah nanti ustadz. Kalau khilafah sudah tegak, ustadz akan tahu sendiri".
Baca Juga: Piala AFF U19: Pertandingan Hidup Mati Indonesia, Vietnam, dan Thailand Menuju Semifinal
Kebayang nggak kalau ada sales dari travel menawarkan paket haji. Dia bilang pasti berangkat tahun ini juga, tapi pertanyaan saya tak satupun dijawab :
1. Pakai visa apa? Visa bisnis, furoda atau resmi? Tidak dijawab.
2. Nginap di hotel apa nanti di Mekkah, Madinah, Jeddah? Juga tidak dijawab.
3. Di Mina lokasi kita nanti di maktab berapa? Diam lagi tak menjawab.
4. Berangkat pergi pulang ke tanah suci naik apa? Garuda, Saudia, Etihat, Emirat, Turkish atau apa? Lagi-lagi juga tidak dijawab.
Baca Juga: Mantan Presiden Angola, Jose Eduardo dos Santos, Meninggal Dunia Pada Usia 79 tahun
5. Berapa lama perjalanan hajinya? Berangkat tanggal berapa dan pulang tanggal berapa? Diam lagi.
Wajar dong kalau saya bingung, masak jual paket haji sistem misteri kayak gitu. Pokoknya akan tahu kalau sudah sampai di sana nanti. Sekarang percaya saja.
Ya nggak bisa gitu dong. Emangnya kita haji apaan... ***
9 Juli 2022