Mengenal UU Anti Gay Warisan Kolonial yang Akan Dicabut Oleh Singapura
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 22 Agustus 2022 01:06 WIB
ORBITINDONESIA - Perdana Menteri Lee Hsien Loong pada Minggu, 21 Agustus 2022, mengatakan, akan mencabut Bagian 377A KUHP Singapura yang mengkriminalisasi kaum gay. Inilah yang perlu Anda ketahui tentang hukum era kolonial tersebut dan perkembangan terkini di sekitarnya.
Singapura menjadi salah satu dari sedikit bekas koloni Inggris, yang berpegang teguh pada Bagian 377A KUHP, yang mulai berlaku pada tahun 1938 dan diadaptasi dari hukum pidana India abad ke-19. India telah menghapus undang-undang terkait gay itu pada Oktober 2018.
Undang-undang tersebut telah menjadi topik perdebatan yang memecah belah selama lebih dari satu dekade. Para aktivis di Singapura melakukan berbagai tantangan hukum selama bertahun-tahun untuk membatalkan undang-undang tersebut.
Baca Juga: Makin Banyak Warga Singapura yang Mendukung Hak Kaum Gay
Pada Maret 2022, pengadilan tertinggi Singapura menetapkan – seperti yang telah dilakukan pada kesempatan sebelumnya – untuk mempertahankan posisinya bahwa setiap perubahan status quo akan memerlukan keputusan oleh cabang eksekutif.
Hakim Ketua Sundaresh Menon, yang menyampaikan putusan tertulis atas nama panel lima hakim, mengatakan bahwa “tidak perlu” bagi Pengadilan Tinggi, untuk menjawab pertanyaan konstitusional yang diajukan oleh para pemohon banding.
Hal itu karena “mereka tidak menghadapi ancaman nyata dan kredibel dari penuntutan berdasarkan Bagian 377A saat ini, dan oleh karena itu, tidak memiliki kedudukan untuk mengajukan tantangan konstitusional mereka terhadap ketentuan itu.”
Perdana Menteri Lee telah menekankan, pemerintah tidak akan secara aktif menegakkan undang-undang yang mengkriminalisi kaum gay tersebut.
Baca Juga: Jadwal Liga Spanyol: Atletico Madrid Melawan Villarreal, Ini Link Live Streaming Nonton Pertandingan
Tetapi, para aktivis hal gay berpendapat bahwa simbolismenya bersifat korosif secara sosial, dan mendorong diskriminasi dan stigma.
Gugatan sebelumnya – yang dimulai pada awal 2012 – ditolak dengan alasan bahwa Bagian 377A dimaksudkan untuk melestarikan moralitas publik, dan menandakan ketidaksetujuan masyarakat terhadap homoseksualitas laki-laki.
Dalam gugatan hukum baru-baru ini, para aktivis hak gay berpendapat, bahwa Pasal 377A ditujukan untuk menargetkan prostitusi laki-laki yang merajalela selama pemerintahan kolonial Inggris, daripada mengkriminalisasi semua seks suka sama suka antara sesama laki-laki.
Juga, bagaimana undang-undang itu bersifat diskriminatif, karena homoseksual tidak dapat dengan sengaja mengubah orientasi seksual atau daya tarik mereka.
Tanda-tanda bahwa Bagian 377A itu akan dicabut terlihat dari kehadiran politisi PAP di rapat umum Pink Dot, para aktivis hak kaum gay. PAP atau Partai Aksi Rakyat adalah partai terbesar yang berkuasa di Singapura.
Para aktivis hak gay juga berharap kemungkinan pencabutan, setelah Menteri Hukum dan Dalam Negeri K. Shanmugam mengatakan kepada parlemen pada Maret lalu, tentang diskriminasi menyakitkan yang dihadapi orang-orang LGBT.
“Salah satu hal yang meresahkan komunitas LGBTQ adalah banyak yang merasa pengalaman disakiti atau ditolak oleh keluarga, teman, sekolah dan perusahaan tidak diakui, bahkan sering dibantah,” ujarnya.
Menteri ini mencatat bahwa sikap sosial terhadap homoseksualitas telah "berubah secara bertahap," sejak parlemen terakhir membahas pencabutan Pasal 377A pada tahun 2007. Kebijakan, katanya, perlu "berkembang untuk mengikuti perubahan pandangan tersebut".***