Dinkes Cirebon Sebut 3.830 Warga Menderita Penyakit ISPA, Ini Penyebabnya
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 15 September 2023 12:21 WIB
ORBITINDONESIA.COM-Pemerintah Kabupaten Cirebon menyebut, sepanjang 2023 ada 3.830 warganya menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyakit itu bukan karena polusi.
Berdasarkan data Dinkes Cirebon, kasus ISPA paling banyak terjadi di wilayah Kecamatan Greged dengan jumlah mencapai 202 sampai saat ini, Jumat 15 September 2023.
Selain Kecamatan Greged, kasus ISPA terbanyak ada Kecamatan Talun, perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Kota Cirebon. Daerah ini mencatatkan kasus sebanyak 126.
Baca Juga: Produser Marty Adelstein Sebut One Piece Live Action Berlanjut hingga Enam Season
Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Kabupaten Cirebon, Lukman mengatakan, ribuan kasus yang terjadi sepanjang 2023 ini bukan karena polusi seperti di DKI Jakarta.
Menurut Lukman, kejadian ISPA terjadi karena adanya infeksi virus atau bakteri pada saluran pernapasan.
“Saat kami berkunjung ke beberapa puskesmas, ISPA itu bukan karena polusi. Udara di Kabupaten Cirebon masih terjaga,” kata Lukman dikutip dari laman resmi Dinkes Cirebon, Jumat 15 September 2023.
Baca Juga: Eiichiro Oda Umumkan One Piece Live Action Berlanjut ke Season 2, Inaki Godoy Kembali Jadi Luffy
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor : HK.02.02/C/3628/2023 tentang Penanggulangan Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan.
Surat tersebut ditujukan kepada dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota, direktur rumah sakit, kantor Kesehatan Pelabuhan, B/BTKLPP, dan puskesmas.
Dalam surat itu, Kemenkes mendesak pemerintah daerah melibatkan peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan terjadinya gangguan dan penyakit pernapasan.
Baca Juga: Apindo Ajak Kementerian Lakukan Kajian Bersama Terkait Zero ODOL
Hal ini terjadi karena polusi udara merupakan isu yang bersifat lintas batas (transboundary) yang berarti tidak mengenal batasan waktu, lokasi, dan generasi.
Oleh karena itu, penanganan polusi harus membutuhkan koordinasi antarpemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, termasuk masyarakat.
Dalam surat itu, Kemenkes mendesak pemerintah daerah melibatkan peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan terjadinya gangguan dan penyakit pernapasan.
Hal ini terjadi karena polusi udara merupakan isu yang bersifat lintas batas (transboundary) yang berarti tidak mengenal batasan waktu, lokasi, dan generasi.
Oleh karena itu, penanganan polusi harus membutuhkan koordinasi antarpemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, termasuk masyarakat.***
***Penulis : Daffa Komala